Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Kasus PT Saprotan

23 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENANGGAPI tulisan tentang kasus PT Saprotan di Majalah TEMPO edisi April dan Mei 2000, saya perlu memberikan penjelasan agar tidak timbul kesalahpahaman. Pada 1989 dan 1991, saya dan kawan-kawan membeli 100 persen saham PT Saprotan melalui dua tahap, 70 persen dan 30 persen. Saat itu hingga sekarang, lembar saham belum dicetak. Kedudukan saya di perusahaan tersebut sebagai direktur utama. Saya melaksanakan ruilslag dengan Unit III Perum Perhutani Jawa Barat/Departemen Kehutanan atas tanah seluas 237,5 hektare di Cikampek, Jawa Barat, setelah melalui semua tahapan, baik secara de facto maupun de jure, dan tanah itu telah menjadi milik PT Saprotan sesuai dengan SK Menhut Nomor 141 Tahun 1993. Dalam perjalanannya, kerja saya memang terasa berat karena selalu diganggu dan dirongrong oleh para mantan pemegang saham PT Saprotan. Menghadapi kondisi tersebut, pada 1992, tanah seluas 237,5 hektare itu—akhirnya menjadi 300 hektare, pembulatan dari pembelian tanah rakyat sekitar—saya jual kepada PT Mandalapratama Permai. Saat ini, tanah tersebut telah bersertifikat HGB Nomor 1, 4, dan 8 Tahun 1995, yang terdiri atas Desa Kamojing, Desa Kali Hurip, dan Desa Cikampek Pusaka. Belakangan, PT Mandalapratama Permai, dalam usahanya mengelola kawasan industri, menjual kapling-kapling kawasan kepada PT TPN, PT KTM, PT TIK, PDAM, PLN, dan lain-lain. Menurut saya, itu sah-sah saja. Sedangkan saya, sebagai penjual, menjual aset yang legal yang dilindungi oleh hukum yang pasti. Hal ini dapat dibuktikan dalam Putusan Tata Usaha Negara Tingkat Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 26-K Tahun 1999 jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di Jakarta Nomor 70-B Tahun 1998 jo Putusan Nomor 22 Tahun 1997 atas gugatan mereka kepada Badan Pertanahan Nasional terhadap kepemilikan tanah dan penerbitan sertifikat HGB No. 1, 4, dan 8. Masalah timbul ketika tiba-tiba Saudara Yamani Budi Prakoso, yang mengaku sebagai Direktur Utama PT Saprotan dan memiliki saham PT Saprotan, menggugat berbagai pihak yang pada saat ini memiliki tanah di kawasan PT Mandalapratama Permai tersebut. Padahal, hingga saat ini, saham 100 persen PT Saprotan masih utuh milik saya, belum dicetak lembar sahamnya, dan tidak pernah diperjualbelikan kepada pihak mana pun. Sehingga, bila di luar masih beredar lagi lembar-lembar saham PT Saprotan, itu jelas dicetak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, mengingat setiap ada upaya perdamaian dengan pemberian good will sejumlah uang, ketika itu pula kami bersama mantan pemegang saham PT Saprotan memusnahkan lembar saham PT Saprotan yang kedapatan di tangan mereka dan pihak lain. HJ. R.AY. T. MONIEK SRI WIDIYATNI SUDJATMOKO Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus