Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Keraguan kepada Megawati

19 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Anda, apakah terpilihnya lagi Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum akan menaikkan perolehan suara PDI Perjuangan pada Pemilu 2014?
Ya
11,53% 152
Tidak
85,96% 1.133
Tidak Tahu
2,5% 33
Total 100% 1.318

Dengan semakin menuanya Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 2010-2015, kepengurusan partai diharapkan memasukkan kader muda yang progresif. Dengan begitu, partai berlogo kepala banteng ini diharapkan bisa mengubah citra menjadi partai golongan anak muda. Jika ini dilakukan, PDI Perjuangan bisa berharap meningkatkan suaranya pada 2014.

Jajak pendapat Tempo Interaktif selama pekan lalu menunjukkan mayoritas responden menilai terpilihnya lagi Megawati sebagai ketua umum tak akan mendorong perolehan suara PDI Perjuangan pada Pemilu 2014. Sebanyak 85,96 persen dari 1.318 responden mengatakan terpi­lihnya Megawati tidak akan meningkatkan suara pemilih.

”Sesungguhnya Megawati sudah terbukti gagal dua kali sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan dan gagal tiga kali dalam pemilihan presiden,” kata Daniel H.T., pembaca dari Surabaya.

Sudah terbiasa di atas jadi malas untuk turun, itulah nasib Megawati sekarang. Sudah waktunya dia turun dari puncak pimpinan, berikan kepada generasi di bawahnya.

(Joko, Jakarta)

Ketika pemilih makin cerdas, artinya pemilih emosional makin berkurang, pemilih PDI Perjuangan makin surut, karena yang cerdas enggak milih Megawati.

(Kemaki, Jakarta)

PDI Perjuangan tanpa Megawati jeblok perolehan suaranya. Kalau dengan Mega masih lumayan, tapi melorot, Bung.

(Husin, Tuban)

Indikator Pekan Depan

Media televisi mendapat sorot­an tajam publik gara-gara mena­yangkan kekerasan fisik yang terjadi antara Satuan Polisi Pamong Praja dan masyarakat di sekitar kompleks makam Mbah Priok, Jakarta Utara. Banyak pihak menilai tayangan yang disiarkan berulang-ulang itu terlalu vulgar. Menurut pakar komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando, meski media pu­nya gambar kekerasan brutal, seharusnya itu tidak ditayangkan ke publik. ”Tidak etis. Cukup gambar dari jauh,” ujarnya.

Meski demikian, Ade menilai media massa bukanlah pemicu utama perlawanan massa Priok terhadap aparat yang hendak menggusur kompleks makam Mbah Priok. Suasana yang sangat panas dan pena­nganan aparat yang tidak bereslah pemicu utamanya.

Menurut Anda, apakah media, khususnya stasiun televisi, harus membatasi diri dalam menayangkan adegan kerusuhan seperti yang terjadi di Priok? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus