Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TENGAH malam telah lewat, Ahad dua pekan lalu, ketika mobil Kijang abu-abu kotor itu parkir di depan taman makam pahlawan di Jalan Sisingamangaraja, Medan. Para penumpang di dalamnya tak jelas terlihat karena cahaya yang remang. Seorang dari mereka keluar dari mobil, menggoda waria yang biasa mangkal di sana.
Brigadir Kepala Sartono Sihombing, yang berpatroli dengan dua rekannya, curiga. Tak biasanya mobil parkir malam-malam di situ. Apalagi mobil belepotan lumpur itu berpelat nomor Banda Aceh. ”Jangan-jangan bawa ganja,” katanya kepada Tempo.
Kepala tim patroli Kepolisian Sektor Medan Kota itu berembuk dengan dua rekannya, Brigadir Horas Hutahuruk dan Brigadir Pembantu Satu Hendrianto Turnip. Mereka sepakat bergerak: Sihombing mendatangi pintu sopir dan segera mencabut kunci kontak, dua rekannya menuju pintu lain.
Enam dari tujuh penumpang mobil kabur. Hanya si penggoda waria, yang belakangan diketahui bernama Qomaruddin alias Mustaqem, tak sempat lari karena tangannya terluka. Ia tertembak dalam penyerbuan Detasemen Khusus 88 Antiteror di Pegunungan Jalin, wilayah Jantho, Aceh Besar, bulan lalu.
Menurut polisi, Mustaqiem guru pelatihan militer kelompok Tandzim Al-Qoidah di Aceh, lulusan terbaik ilmu teknik peledakan Kamp Hudaibiyah, Mindanao, 1998. Ia adik ipar Iwan Darmawan alias Rois, terpidana bom Ku ningan, Jakarta.
Sihombing meringkus Mustaqiem, Hendrianto dan Horas menyergap dua orang lainnya. Mereka diangkut ke markas. Dari ketiganya diperoleh keterangan bahwa anggota rombongan ada delapan orang. Mereka berhenti untuk menunggu temannya yang membeli makanan. Mengaku telah empat hari hanya makan buah-buahan, ”Baju mereka bau,” kata Sihombing.
Dibantu personel Kepolisian Kota Besar Medan, polisi menangkap tiga pe numpang lainnya. Satu orang dicokok di masjid. ”Sujudnya lama kali, sampai setengah jam,” kata Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Oegroseno. Sang tersangka adalah Ibrohim alias Deni, yang terlibat peledakan bom Kuningan. Enam orang ditangkap, dua lainnya lolos.
Dari enam orang itu, Detasemen Khusus mengenali Jafar alias Lutfi alias Ubaid. Dia pernah dihukum karena menyembunyikan Noor Din M. Top, tersangka utama teroris, warga negara Malaysia yang ditembak pada September tahun lalu. Ubaid memberikan ceramah kepada peserta pelatihan di Jalin, yang kemudian videonya beredar di YouTube, dengan wajahnya dikaburkan.
Para tersangka lainnya juga buron penting. Mereka antara lain Bayu Sena dan Pandu Wicaksono, yang diduga berencana mengebom rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka bagian dari kelompok yang disergap polisi di tempat perakitan bom Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat, tapi berhasil lolos.
Luput dari sergapan polisi, mereka mendaki gunung, menembus hutan, dan menyusuri pantai Aceh. Kepada polisi, mereka yang ditangkap di Medan menuturkan awalnya ada dua rombong an besar. Sepuluh orang dipimpin Enceng Kurnia alias Jaja. Mereka dihadang polisi di kawasan Leupung, Aceh Besar. Jaja tewas di sini. Rombongan lain, delapan orang, dipimpin Mustaqiem. Rombong an ini berhasil mencapai Medan, sebe lum secara kebetulan disergap pa troli Brigadir Kepala Sihombing.
Detasemen Khusus segera menerbangkan Ubaid dan Mustaqiem kembali ke Aceh. Mereka diminta menunjukkan tempat penyimpanan senjata latihan. Menurut seorang perwira Detasemen Khusus, Mustaqiem minta diantar ke dua menara pemancar telepon seluler berdekatan di Jantho. Dari sini ia menghadap ke timur, ke arah Gunung Seulawah. Membalikkan badan, ia mencari celah yang bisa memandang pantai.
Setelah itu, Mustaqiem menunjuk gubuk ladang yang telah lama ditinggal pemiliknya di Desa Meunasah Tunong, Seulimum, Aceh Besar. Di sini kelompok Mustaqiem menyimpan dua AK-47, dua M-16, dan 16 magasin berisi peluru.
Budi Setyarso (Jakarta), Soetana Monang Hasibuan (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo