Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, layakkah remisi diberikan kepada koruptor?
(2-7 September 2011) |
||
Ya | ||
4,91% | 25 | |
Tidak | ||
94,11% | 479 | |
Tidak Tahu | ||
0,98% | 5 | |
Total | (100%) | 509 |
Perayaan Idul Fitri diwarnai kontroversi tentang pemberian remisi bagi koruptor. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menilai para koruptor "tidak perlu dan tidak layak" diberi pengurangan hukuman. Alasannya, koruptor jelas-jelas merugikan negara dan membuat sengsara rakyat.
"Mestinya mereka disamakan dengan teroris," kata Busyro, usai salat Idul Fitri di Alun-alun Selatan Yogyakarta. Mantan Ketua Komisi Yudisial ini menegaskan, peraturan perundang-undangan tentang pemberian remisi harus diubah.
Gagasan Busyro ini menuai pro dan kontra. Politikus Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah menyatakan tidak setuju. Menurut Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat itu, ide Ketua KPK terlalu ekstrem. "Ini menandakan bahwa dalam menegakkan hukum, KPK merasa di atas hukum," katanya keras.
Aktivis Indonesia Corruption Watch setuju dengan pendapat Busyro. Catatannya, pelaku korupsi yang juga menjadi whistle blower(pelapor pertama dan pembocor) tetap berhak menerima remisi. Anggota Badan Pekerja ICW, Emerson Yuntho, menilai para peniup peluit layak diberi keistimewaan karena perannya mengungkap kasus korupsi dan jejaring pelakunya.
Mayoritas responden dalam jajak pendapat Tempo Interaktif sepanjang pekan lalu juga setuju dengan gagasan KPK. Tak kurang dari 94,11 persen responden menilai koruptor tidak layak mendapat remisi.
Indikator Pekan Ini REKTOR Universitas Indonesia Gumilar Rusliwa Somantri dihantam badai kritik pada dua pekan terakhir ini. Pemicunya adalah pemberian gelar doctor honoris causa dari UI untuk Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Azis. Gumilar dinilai tidak peka terhadap penderitaan tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi. Buruh migran asal Indonesia memang jadi bulan-bulanan di tanah Arab. Mereka bolak-balik jadi korban penganiayaan, bahkan tak sedikit yang sampai dihukum pancung. Dosen Fakultas Sosiologi Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tamagola, mengutuk keras pemberian gelar doctor honoris causa ini. Dia bahkan mengaku sudah menggalang dukungan untuk menggulingkan Gumilar dari kursi rektor. "He must go out," ujarnya. Anggota Komisi Ketenagakerjaan Dewan Perwakilan Rakyat, Rieke Diah Pitaloka, mengaku bisa memahami kemarahan publik. Pelanggaran kemanusiaan terhadap tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi, kata Rieke, bisa digolongkan sebagai pelanggaran hak asasi manusia. "Dengan memberikan gelar kepada Raja Saudi, Universitas Indonesia harus mendefinisikan ulang makna kemanusiaan," katanya. Gumilar sendiri sudah meminta maaf. "Kami mohon maaf jika momentum ini kurang pas dan menyakiti banyak pihak," katanya. Menurut dia, pemberian gelar itu sudah melalui mekanisme yang berlaku dan telah diputuskan tiga tahun lalu. Setujukah Anda atas pemberian gelar doctor honoris causa dari UI untuk Raja Abdullah dari Arab Saudi? Kami tunggu opini Anda di www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo