Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda para terpidana kasus korupsi tak diberi pengurangan masa hukuman?
(2-9 November 2011) |
||
Ya | ||
83,62% | (684) | |
Tidak | ||
15,65% | (128) | |
Tidak Tahu | ||
0,73% | (6) | |
Total | (100%) | 818 |
KEBIJAKAN kontroversial Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin memperketat pemberian remisi untuk narapidana kasus korupsi rupanya mendapat simpati publik. Tak kurang dari 83,6 persen pembaca situs berita Tempointeraktif.com menyatakan setuju dengan gebrakan itu.
Memang, di lapangan, penerapan kebijakan baru ini membuat banyak orang—terutama para politikus yang terjerat kasus korupsi—terkaget-kaget. Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta sudah bersiap melenggang ke luar penjara Cipinang ketika mendadak petugas melarangnya pergi. Dihadang seperti itu, tak mengherankan bila para napi koruptor berteriak murka. Mereka bersama-sama menunjuk mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra untuk menggugat pemerintah.
Tapi Menteri Amir—dan wakilnya, eks anggota staf khusus presiden Denny Indrayana—tak surut langkah. Mereka jalan terus. Bahkan mereka kabarnya tak akan berhenti pada pencabutan remisi untuk koruptor. Rupa-rupa fasilitas yang selama ini dinikmati napi kasus korupsi juga terancam dihapus. Misalnya akan ada standar hukuman minimal bagi terpidana kasus korupsi, yakni lima tahun. Selain itu, fasilitas bebas bersyarat bagi terpidana kasus korupsi atau terorisme dihapus. "Pengecualian diberikan bagi yang mau bekerja sama mengungkap kasus yang lebih besar, misalnya Agus Condro," kata Denny.
Publik yang sependapat dengan protes para napi hanya 15,65 persen. Adapun yang memilih abstain sekitar 0,73 persen.
Indikator Pekan Ini Duta Komodo, eks wakil presiden Jusuf Kalla, kian hari kian yakin Taman Nasional Pulau Komodo akan segera masuk daftar tujuh besar keajaiban dunia. Satu-satunya pulau di bumi yang jadi habitat kadal raksasa prasejarah ini memang tengah ikut kontes yang dibikin sebuah yayasan berbasis di Swiss, New7Wonders. "Kalau menang, Komodo akan dipromosikan selama ratusan tahun," kata Kalla, Senin pekan lalu. Politikus Partai Golkar yang kini jadi Ketua Palang Merah Indonesia ini yakin, kemenangan Komodo kelak akan membawa sederet manfaat. Misalnya kedatangan ratusan ribu turis ke pulau kecil di Nusa Tenggara Timur itu. "Karena itu, infrastruktur harus segera diperbaiki," katanya. Sayangnya, belakangan urusan kontes ini jadi ramai. Pangkalnya adalah penolakan pemerintah ikut mendorong kemenangan Komodo dalam lomba itu. Menteri Pariwisata bahkan berencana menggugat yayasan tersebut. Duta Besar Indonesia di Swiss, Djoko Susilo, memastikan Yayasan New7Wonders of the World bukan organisasi internasional yang kredibel. "Kantornya saja tidak ada," katanya. Bahkan, delapan tahun lalu, organisasi itu sudah dinyatakan bangkrut oleh pengadilan Swiss. Izin operasinya dicabut lima tahun lalu. Nah, menurut Anda, apakah kampanye "Vote Komodo" ini strategi yang tepat untuk meningkatkan jumlah wisatawan ke Pulau Komodo? Sampaikan pendapat dan saran Anda di www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo