Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Soal Pagar Laut Tangerang

Pagar laut di perairan Tangerang menunjukkan kepemilikan. Setiap pagar tak bebas nilai.

2 Februari 2025 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Surat Pembaca

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Pagar laut Tangerang menunjukkan pembuatnya merasa memiliki sumber daya alam.

  • Pagar diciptakan untuk membatasi sebuah wilayah.

  • Siniar Bocor Alus sebaiknya diiklankan sehingga menambah pendapatan Tempo.

BEBERAPA waktu lalu, ramai soal pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir pantai utara Tangerang, Banten. Nelayan merasa terganggu oleh keberadaan pagar laut yang membuat jumlah tangkapan ikan menurun drastis dan berpotensi merusak kapal, jaring, bahkan lingkungan. Pencabutan pagar laut menjadi buah manis perjuangan nelayan yang menentang pembangunannya. Hak nelayan untuk hidup dan menikmati secuil kekayaan negara mendapat sedikit titik cerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pagar, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah sesuatu yang digunakan untuk membatasi, mengelilingi, menyekat pekarangan, tanah, rumah, atau kebun. Sekarang bahkan laut pun bisa dipagari. Pemasangan pagar sebenarnya bukan monopoli orang Indonesia. The Great Wall atau Tembok Besar Cina di perbatasan utara digunakan untuk mencegah suku barbar masuk ke wilayah kekaisaran. Tembok Besar Gorgan di Iran juga dibuat untuk menghambat serangan Turki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut budayawan Triyanto Triwikromo, pagar-pagar ini tidak hadir sebagai sesuatu yang baik. Pagar tak bebas nilai. Pagar hadir sesuai dengan harapan pembuat pagar. Pagar-pagar semacam ini bisa saja menimbulkan konflik sosial. Seseorang yang membuat pagar seakan-akan berkata "kawasan yang kupagari adalah milikku". Ini dapat menimbulkan malapetaka karena kawasan yang sama bisa saja diklaim sebagai milik orang lain.

Mengklaim satu kawasan dengan memberi pagar bukanlah tindakan yang hanya dilakukan masyarakat masa kini. Yunani adalah bangsa pertama yang menggunakan pagar sebagai batas kawasan. Pembuatan pagar untuk menunjukkan penguasaan wilayah terjadi sampai saat ini. Pagar tidak hanya resmi diciptakan oleh negara, tapi juga oleh warga negara.

Pagar menciptakan demarkasi dan garis batas. Ada sebuah lagu lama dengan kata-kata "di antara hatimu hatiku, terbentang dinding yang tinggi". Dinding di sini adalah pagar yang menghalangi cinta dua manusia. Yang tak kalah penting, kata Triwikromo, janganlah menjadi "kebo lumampat ing palang"—jangan menjadi kerbau yang melompati pagar. Jika menjadi kerbau yang semacam itu, artinya Anda telah melanggar hukum.

Banyak orang hancur hidupnya setelah, demi kekuasaan, kemewahan, dan hasrat dunia lain, rela meninggalkan aneka kebajikan karena melompati pagar. Kita tahu, pagar berfungsi melindungi. Tapi, jika pagar justru merampok kawasan orang lain, tak sedikit pun menyisakan hak orang lain, sesungguhnya itu adalah sebuah keserakahan untuk menguasai segalanya.

Semoga, dengan dicabutnya pagar laut di pesisir utara Tangerang, para nelayan bisa meningkatkan penghasilan dari laut untuk kesejahteraan hidup mereka. Dan, yang penting, hal yang sama tidak terulang. Pemerintah wajib menindak tegas pembuat pagar laut itu.

Kosmantono
Banyumas, Jawa Tengah

Iklan Bocor Alus

SAYA mengusulkan tim produksi siniar Bocor Alus Politik (BAP) di YouTube memasukkan iklan agar mendapatkan pemasukan tambahan, bisa iklan air mineral, kaus, bank, parfum, atau produk lain yang sesuai dengan penonton BAP.

Sekalian kalian iklankan Politeknik Tempo dan Tempo Institute buat menjaring generasi muda yang berminat belajar menulis. Sukses selalu buat Tempo dan podcast BAP.

Hardi Yan
Tembilahan, Riau

Terima Kasih, Tempo

MAJALAH Tempo menghargai pendapat pembaca dan bersedia secara terbuka menampilkan surat saya yang mengoreksi judul surat saya sebelumnya. Hal yang tampaknya remeh tapi memiliki makna sangat dalam saat kita ingin memperbaiki akhlak yang merosot akibat perilaku kepemimpinan niretika serta tata nilai sepuluh tahun terakhir. Semoga Tempo tetap menjadi bagian dari penggerak generasi masa depan Indonesia tercinta yang cemerlang, cerdas, serta memiliki keluhuran budi. 

Hadisudjono Sastrosatomo
Jakarta Pusat

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus