Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Kosmetik Sesudah Kenop-15?

Ny. Mooryati Soedibyo P. Hadiningrat menyajikan cara memelihara kecantikan tradisional. Nama salonnya Mustika Ratu, yang dibuka pada tahun 1977 di tanah abang. Kini kian berkembang. (ils)

10 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAU tahu orang Jawa keluaran kraton memelihara kecantikannya cukup pelik urusannya. Apalagi dilihat dari kerepotan zaman sekarang. Waktu bisa habis hanya untuk urusan keramas rambut, berendam badan dengan ramuan, atau luluran sambil dipijat. ABC-nya memelihara kecantikan cara Jawa ini dicoba disajikan lewat nyonya Mooryati Soedibyo P. Hadiningrat, puteri Sala yang usianya telah setengah abad lebih, tetapi masih ayu. Dengan modal kekratonannya, Mustika Ratu -- demikian nama salon kecantikan tradisionilnya -- kian berkembang di Jakarta. Paling tidak dalam hal jumlah gedungnya. Salonnya yang pertama dibuka di tahun 1977 di bilangan Tanah Abang. Kurang dari satu setengah tahun kemudian, berdiri Iagi di wilayah Kebayoran. Yang terakhir ini dimaksud untuk pusat latihan, sedangkan yang terdahulu dijadikan salon. Sama seperti wanita-wanita Sala atau Togya yang pandai berdagang, Mooryati yang masih terbilang cucu dari Pakubuwono X ini juga maju bisnisnya dalam hal kecantikan dan jamu. Modalnya bukan saja karena dia dari Sala atau dia masih keturunan bangsawan, tetapi karena kegigihan dalam hal memperkenalkan bahan kosmetik tradisionil. Bukan saja di TVRI. Sempat juga dia pergi ke London dan beberapa tempat lain. Mulanya dia memulai bisnisnya ini dengan modal yang cukup tebal. Menurut Mooryati, kini Mustika Ratu mempunyai 250 cabang di berbagai kota. Lebih dari 300 wanita telah dididiknya sebagai ahli kecantikan perawatan tradisionil. Telah dihasilkan pula sebanyak 81 kosmetik dan jamu. Produksi pemakaian rempah-rempah di tahun 1977, ada 14,2 ton. Tahun berikutnya meningkat jadi 53 ton. Sebagian besar dipergunakan untuk meramu jamu. Kamajaya Nama jamu itupun cukup menarik, terutama untuk wanita sebagai konsumen terbesar. Misalnya Kamajaya-Komaratih. Ini jamu yang harus diminum untuk calon pengantin puteri. Ada pula lulur Mas Sinangling, yang kabarnya berkhasiat untuk memutihkan dan menghaluskan kulit. Ada lagi bubuk Greget Resep yang menurut keterangannya bisa menambah kemesraan hubungan suami isteri. Salonnya yang beralat pendingin, berbau wangi ratus, hingga kini tidak pernah sepi oleh pengunjung. Mooryati juga membuat segala macam krem untuk segala macam jenis kulit. Dan biarpun hingga kini salonnya tidak menerima perawatan pria, jamu untuk kaum pria juga ada. Jamu Prio Agung kabarnya bisa membuat badan sehat dan kekar. Dijual pula jamu Pria Perkasa, ya -- katanya -- untuk membuat pria hebat, deh. Banyak orang muda yang dipakai. Paling tidak salah satu salonnya saja bisa menyerap 30 tenaga kerja. Tetapi toh usaha Mooryati ini kadang dikritik karena masih kurang rapi. Misalnya bak mandi semakin kusam, bergelimpangan pula beberapa botol kosong bekas kosmetik, dan para pegawai saling mengobrol sementara tangannya sibuk merawat muka-muka langganan. Ini tentu hal-hal kecil yang mungkin tidak tampak oleh Mooryati dan staf. Cuma rupanya cukup mengganggu ketenangan sementara langganan. Bukankah seseorang yang sedang dirawat perlu suasana yang serba tenang? Kritik seperti ini tak mengurangi bisnis sang Puteri Sala ini. Cepat sekali ia melangkah ke luar negeri, -- sebelum dia memastikan bahwa mutu jamunya bisa terjamin. Masih jadi soal misalnya: bagaimana membuat jamu yang dibuatnya itu tidak berjamur? Jamur konon bisa membuat jamu itu pindah ke suatu proses yang mungkin membahayakan pemakainya. Tapi di masa setelah Kenop-15 ini makin dikenalnya kosmetik (dan jamu) dalam negeri tentu akan mengurangi pembelanjaan kosmetik luar negeri. Dan siapa tahu suatu waktu nanti, ada pula negara lain yang tertarik untuk membelinya. Bisa ekspor, lho, jeng, seperti ekspor gaplek.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus