MAU tahu orang Jawa keluaran kraton memelihara kecantikannya
cukup pelik urusannya. Apalagi dilihat dari kerepotan zaman
sekarang. Waktu bisa habis hanya untuk urusan keramas rambut,
berendam badan dengan ramuan, atau luluran sambil dipijat.
ABC-nya memelihara kecantikan cara Jawa ini dicoba disajikan
lewat nyonya Mooryati Soedibyo P. Hadiningrat, puteri Sala yang
usianya telah setengah abad lebih, tetapi masih ayu. Dengan
modal kekratonannya, Mustika Ratu -- demikian nama salon
kecantikan tradisionilnya -- kian berkembang di Jakarta. Paling
tidak dalam hal jumlah gedungnya. Salonnya yang pertama dibuka
di tahun 1977 di bilangan Tanah Abang. Kurang dari satu
setengah tahun kemudian, berdiri Iagi di wilayah Kebayoran. Yang
terakhir ini dimaksud untuk pusat latihan, sedangkan yang
terdahulu dijadikan salon.
Sama seperti wanita-wanita Sala atau Togya yang pandai
berdagang, Mooryati yang masih terbilang cucu dari Pakubuwono X
ini juga maju bisnisnya dalam hal kecantikan dan jamu. Modalnya
bukan saja karena dia dari Sala atau dia masih keturunan
bangsawan, tetapi karena kegigihan dalam hal memperkenalkan
bahan kosmetik tradisionil. Bukan saja di TVRI. Sempat juga dia
pergi ke London dan beberapa tempat lain. Mulanya dia memulai
bisnisnya ini dengan modal yang cukup tebal.
Menurut Mooryati, kini Mustika Ratu mempunyai 250 cabang di
berbagai kota. Lebih dari 300 wanita telah dididiknya sebagai
ahli kecantikan perawatan tradisionil. Telah dihasilkan pula
sebanyak 81 kosmetik dan jamu. Produksi pemakaian rempah-rempah
di tahun 1977, ada 14,2 ton. Tahun berikutnya meningkat jadi 53
ton. Sebagian besar dipergunakan untuk meramu jamu.
Kamajaya
Nama jamu itupun cukup menarik, terutama untuk wanita sebagai
konsumen terbesar. Misalnya Kamajaya-Komaratih. Ini jamu yang
harus diminum untuk calon pengantin puteri. Ada pula lulur Mas
Sinangling, yang kabarnya berkhasiat untuk memutihkan dan
menghaluskan kulit. Ada lagi bubuk Greget Resep yang menurut
keterangannya bisa menambah kemesraan hubungan suami isteri.
Salonnya yang beralat pendingin, berbau wangi ratus, hingga
kini tidak pernah sepi oleh pengunjung. Mooryati juga membuat
segala macam krem untuk segala macam jenis kulit. Dan biarpun
hingga kini salonnya tidak menerima perawatan pria, jamu untuk
kaum pria juga ada. Jamu Prio Agung kabarnya bisa membuat badan
sehat dan kekar. Dijual pula jamu Pria Perkasa, ya -- katanya
-- untuk membuat pria hebat, deh.
Banyak orang muda yang dipakai. Paling tidak salah satu salonnya
saja bisa menyerap 30 tenaga kerja. Tetapi toh usaha Mooryati
ini kadang dikritik karena masih kurang rapi. Misalnya bak mandi
semakin kusam, bergelimpangan pula beberapa botol kosong bekas
kosmetik, dan para pegawai saling mengobrol sementara tangannya
sibuk merawat muka-muka langganan. Ini tentu hal-hal kecil yang
mungkin tidak tampak oleh Mooryati dan staf. Cuma rupanya cukup
mengganggu ketenangan sementara langganan. Bukankah seseorang
yang sedang dirawat perlu suasana yang serba tenang?
Kritik seperti ini tak mengurangi bisnis sang Puteri Sala ini.
Cepat sekali ia melangkah ke luar negeri, -- sebelum dia
memastikan bahwa mutu jamunya bisa terjamin. Masih jadi soal
misalnya: bagaimana membuat jamu yang dibuatnya itu tidak
berjamur? Jamur konon bisa membuat jamu itu pindah ke suatu
proses yang mungkin membahayakan pemakainya.
Tapi di masa setelah Kenop-15 ini makin dikenalnya kosmetik (dan
jamu) dalam negeri tentu akan mengurangi pembelanjaan kosmetik
luar negeri. Dan siapa tahu suatu waktu nanti, ada pula negara
lain yang tertarik untuk membelinya. Bisa ekspor, lho, jeng,
seperti ekspor gaplek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini