Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Dari SIM Sampai Mengetik

Guru-guru direpotkan dengan pengisian waktu perpanjangan tahun ajaran '78/'79 dengan 4 tugas pokok. Perbaikan kemampuan murid, pendidikan ketrampilan, serta pemantapan pengajaran PMP. (pdk)

10 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GONG penjelasan Tes Diagnostik diberikan Menteri Keuangan Ali Wardhana pekan lalu di DPR. Menjawab pemandangan umum anggota DPR atas nota keuangan & RAPBN '79/80, pemerintah tidak sependapat kalau tes diagnostik dianggap tidak bermanfaat, seolah membuang biaya dan enerji. Hasil nasional tes itu sendiri, baru Maret diketahui. Tapi sejak awal Januari di SD sampai SLTA program pengayaan murid sudah diselenggarakan. Untuk kedua kalinya April nanti, dengan mengambil contoh beberapa sekolah tes diagnostik akan diberikan lagi. Bukan hanya murid sasaran tes itu, "guru juga, untuk memperbaiki metode mengajarnya," kata Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Dardji Darmodihardjo. Perpanjangan tahun ajaran '78/'79 memang banyak merepotkan guru. Mereka dihadapkan pada pengisian waktu perpanjangan dengan 4 tugas pokok, Perbaikan dan pengayaan kemampuan murid, pendidikan ketrampilan, pemantapan pengajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) serta kegiatan pembinaan generasi muda. Menjabarkan program ketrampilan diselaraskan dengan kemampuan sekolah ternyata banyak memojokkan para Kepala Sekolah. SMA Negeri XXXV Jakarta misalnya, mendapat kritik tajam dari beberapa orang tua murid -- lewat surat pembaca di koran. Mereka merasa aneh dengan kewajiban maniliki SIM A bagi setiap murid sebagai salah satu syarat menempuh Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA). Bukan mustahil Kepala Sekolah -- Anwar Ali Akbar dituduh menerima sesuatu dari sebuah perusahaan mengemudi mobil. Untung dalam surat berikut, 22 Januari, kepada orang tua ia menjelaskan, hal itu semata-mata merupakan salah satu aktifitas dari pengisian program ketrampilan. "Saya memang belum mendekati orang tua, membicarakan pengisian program ketrampilan ini," kata Anwar. "Padahal saya yakin biaya kursus mengambil SIM A lebih murah dibanding kursus mengetik." Gempur Tapi Anwar yang rupanya 'digempur' Kanwil P & K Jakarta, mundur teratur. Dalam suratnya kemudian, ia maiah membatalkan sama sekali kewajiban memiliki SIM A itu. Berbeda dengan rekannya Satmoko Darmowisastro -- Kepala SMA Negeri IV Surabaya, yang sedang berpikir optimis ke arah serupa. Satmoko tertarik dengan kenyataan, 90% dari 1.900 muridnya memiliki sepeda motor. Tapi baru 50% di antaranya yang punya pegangan SIM C. Hal serupa sebenarnya juga terdapat di SMA Negeri XXXV Jakarta, banyak yang punya mobil, namun SIM A belum punya. Bedanya, Satmoko mengambil inisiatif sendiri, akan mendaftarkan siswanya secara kolektif buat memperoleh SIM C. "Saya yakin semua siswa saya akan mau, karena mereka toh hampir semuanya telah memiliki sepeda motor," kata Satmoko kepada pembantu TEMPO Ibrahim Husni. Buat SMA Negeri yang mendapat dukungan dan pengertian dari para orangtua yang tergabung di BP3, pengisian pendidikan ketrampilan tidaklah memusingkan. Seperti SMA Negeri Xl Jakarta, yang memilih fotografi, elektronika, dan tata buku -- seperti banyak dipilih SMA Negeri lain untuk pendidikan ketrampilan. Karena dana sekolah terbatas, muridlah yang membeli sendiri bahan baku. "Mereka menanggung per kelompok, sehingga terasa ringan," kata JCH Lesilolo -- Kepala Sekolah SMA Negeri XI itu. Dengan hasil tes diagnostik antara 60-65% baik, para murid kelas III, dipusatkan perhatiannya menghadapi tes Perguruan Tinggi. Jelas yang tak enak menerima perpanjangan itu adalah sekolah swasta. Dana terbatas, mereka harus jungkir balik menyelenggarakan pendidikan ketrampilan. Sebagai yang dialami SMA Muhammadiyah di Jl. Garuda Jakarta, yang hanya bisa menambah ketrampilan murid Paspal dengan tambahan praktek di laboratorium fisika, kimia, dan biologi, yang mepet itu. Murid bagian Sosbud masih bisa ditolong kursus mengetik dan data buku, dengan 40 mesin tik yang dimiliki sekolah. "Kalau anak-anak disuruh ambil fotografi, saya takut akan membebani orang tua lagi," kata kepala sekolahnya -- Rasyid Hamidi. Tapi belakangan ia mengeluh, "anak-anak setelah tes diagnostik itu tampak enggan belajar. Sulit mengatasinya meskipun mereka tak pernah absen masuk. Kelambatan (slow down) murid di kelas yang terjadi di SMA Muhammadiyah Jakarta, memang bukan gambaran umum. Yang dikuatirkan para Kepala Sekolah, sebenarnya kelambatan para guru di kelas, setelah para murid hanya diwajibkan membayar SPP 50%. Akhir Januari lalu masih banyak para Kepala Sekolah cemas, akankah honorarium guru dari SPP yang Rp 540/jam itu juga dikurangi 50%? "Tidak," kata Ending Karnadi Kepala Bagian Organisasi dan Penerangan Kanwil Dep. P & K Jakarta. "Prosentasi untuk honorarium guru dari SPP akan ditambah." Biasanya guru akan mendapat 27% dari 100% hasil SPP sekolah. Kini setelah SPP berkurang -- tinggal 50%, untuk kesejahteraan, guru akan mendapat 34%-nya. "Jadi untuk guru tetap, tapi untuk sektor penyelenggaraan sekolah berkurang, dan P & K akan mendrop subsidi," kata Ending. Sekretaris Jenderal Departemen P & K drs. T. Umar Ali membenarkan. Sampai semester pertama '79 ini Departemen P & K menyediakan dana Rp 1,6 milyar untuk mensubsidi dana penyelenggaraan sekolah yang berkurang tadi. Ini dengan perhitungan setiap anak SLTA akan memerlukan Rp 700, dan anak SLTP memerlukan Rp 500, semuanya sampai bulan Juli. "Dananya diambil dari anggaran tahun-tahun lalu yang hampir hangus," kata Umar Ali. Cukup tak cukup untuk beli kapur dan kertas, setiap sekolah harus pandaipandai memutar uang itu. "Pemerintah uangnya sedikit. Kalau mampunya hanya satu sen, rakyat jangan minta banyak, nanti gurunya takut," kata Dirjen PDM -- Prof. Darji Darmodihardjo. "Pokoknya asal setiap anak tidak menghabiskan kapur sedos sebulan, uang itu saya rasa cukup."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus