Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Dari Redaksi

Laporan bambang harymurti ...

Bambang harymurti dan ahmed soeriawidjaya meliput saat-saat plebisit di filipina. mereka mewawancarai bekas menhan juan ponce enrile dan arturo tolentino. bahan laput ini ditulis jim supangkat. (sdr)

7 Februari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA, pekan lalu, Manila diguncang demonstran dan aksi militer, kami memutuskan mengirimkan dua "Rambo" untuk meliput peristiwa itu. Mereka adalah Bambang Harymurti dan Ahmed Soeriawidjaja. Bagi Harimurty, 31, yang baru selesai magang enam bulan di Biro Washington majalah Time, Filipina bukan negeri yang asing. Dialah yang bersama Isma Sawitri meliput peristiwa pemakaman bekas Senator Benigno (Ninoy) Aquino, yang mati ditembak di bandar udara Manila, pada pertengahan 1985. Ia, waktu itu, sempat mewawancarai janda Almarhum, Cory, beberapa kali. Tak heran kalau, di hari-hari berkabung itu, Harymurti bukan wajah yang asing di tengah keluarga Aquino termasuk bagi (kini: Presiden) Cory Aquino sendiri. Maka, begitu sampai di Manila, Harymurti mencoba mengontak Istana Malacanang untuk sebuah wawancara khusus dengan Presiden. Tapi permintaan itu belum bisa dikabulkan. Karena Cory Aquino sibuk mempersiapkan diri mengukur kepercayaan rakyat Filipina kepadanya, lewat plebisit pada 2 Februari lalu. Bagi Ahmed, 28, orang Sunda kelahiran Penang, yang baru tiga tahun bergabung dengan TEMPO, ini adalah pengalaman pertamanya meliput peristiwa penting di luar negeri untuk sebuah Laporan Utama. Tapi ia, bersama Harymurti, lewat Kapten Noelo Albano, berhasil mewawancarai bekas Menteri Pertahanan Juan Ponce ("Rambo") Enrile di markasnya, di Jalan Amorsolo, Makati. Tokoh yang "mengantarkan" Cory ke Istana Malacanang itu menerima dua "Rambo" TEMPO di ruang tamunya sekitar 30 menit -- hampir seluruh waktu wawancara habis untuk cerita kelemahan kepemimpinan Cory. "Yang ada di hatinya, dendam dan pembalasan," komentar Enrile tentang Cory sekarang. "Dialah yang membuat Filipina kembali rusuh." Maka, menjelang plebisit, Enrile aktif melakukan kampanye No Vote (penentangan Rancangan UUD baru) ke semua provinsi di Filipina. Selain Enrile, Harymurti dan Ahmed juga berhasil mewawancarai Arturo Tolentino, calon pendamping Marcos untuk Wakil Presiden dalam Pemilu 1986, sejumlah politisi sipil, dan tokoh militer lainnya -- baik yang mendukung maupun menentang Presiden Cory Aquino. Betulkah Marcos otak huru-hara di Manila minggu lalu? Tolentino menjawab tuduhan itu. Laporan Harymurti dan Ahmed dari Filipina, yang kami tunggu sampai Selasa malam di Jakarta, dituliskan menjadi Laporan Utama TEMPO minggu ini oleh Jim Supangkat, yang menggantikan Isma Sawitri sebagai penanggung jawab rubrik Luar Negeri, dan James R. Lapian. Sementara itu, Isma, yang berulang kali ditugasi TEMPO ke Filipina, mulai meliput penembakan Ninoy Aquino, kejatuhan Marcos, dan terakhir peristiwa pembunuhan tokoh buruh Rolandia Olalia -- semuanya Laporan Utama -- menulis kolom tentang perkembangan politik di Filipina saat ini. Kini Isma magang Redaktur Pelaksana Kompartemen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus