Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Jor-joran hukuman berat ?

Vonis terhadap para pelaku peristiwa priok dianggap berlebihan. berbeda dengan perkara malari & peristiwa 3 juli 1946, vonis yang dijatuhkan relatif ringan. padahal peristiwa tersebut cukup bahaya. (kom)

7 Februari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa ibu menganggap hukuman yang dijatuhkan pada para pelaku kasus Tanjungpriok terlalu berat. Itu jika dibandingkan dengan putusan perkara "Malari". Padahal, peristiwa terakhir itu, kata mereka, justru menimbulkan aksi massa yang meluas (TEMPO 17 Januari, Kontak Pembaca). Sekadar perbandingan, saya ingin mengemukakan fakta sejarah, yakni hukuman yang dijatuhkan terhadap para pelaku "Peristiwa 3 Juli 1946" - peristiwa penculikan Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Di pengadilan, para pelaku peristiwa ini dinyatakan bersalah melakukan kejahatan percobaan merobohkan pemerintah yang sah. Namun, hukumannya, boleh dikatakan, cukup empuk. Tanpa bermaksud mengurangi penghormatan kita kepada nama-nama berikut ini, dapat dikemukakan bahwa putusan yang diucapkan Mahkamah Tentara Agung Rl di Yogyakarta pada 27 Mei 1948 berupa hukuman pokok pidana penjara. Mereka itu: Mayjen R.P. Sudarsono (dihukum 4 tahun), Mr. Moh. Yamin (4 tahun), Mr. Achmad Subardjo (3 tahun), Mr. Iwa Kusumasumantri (3 tahun), Mr. Sundoro Budhyarto Martoatmodjo (2 tahun 6 bulan), Dr. R. Buntaran Martoatmodjo (2 tahun), R. Muhamad Saleh (2 tahun 6 bulan). Semuanya dipotong masa tahanan. Yang belum dijatuhi hukuman - karena belum tertangkap - Chaerul Saleh. Juga ada yang dibebaskan dari segala tuntutan. Mereka: Mochamad Ibnu Sajuti (Sajuti Melik), Pandu Kartawiguna, Surip Suprapto, Sumantoro, Raden Djojopranoto alias Darman, Raden Pandji Supadmo Suryodiningrat, Marlan, Adam Malik, dan Ibnu Parna. Tak jelas mengapa hukuman pidana waktu itu, pada saat negara kita menghadapi musuh, begitu "murah". Mungkinkah karena situasi 1980-an ini dianggap lebih gawat dari 1946-an, atau para pelaku kasus "3 Juli 1946" dianggap kurang berbahaya dibandingkan dengan pelaku kasus "Tanjungpriok"? Atau para hakim yang memeriksa perkara percobaan merobohkan pemerintah yang sah di saat-saat Perang Kemerdekaan itu dianggap kalah pandai dibandingkan dengan teman sejawatnya pada 1960-an? Kemungkinan selalu ada. Tapi, kalau dilihat bahwa yang memeriksa perkara di 1948 itu Mr. Dr. Kusumaatmadja (ketua), Mr. Wirjono Prodjodikoro, Letjen Sukono Djojo Pratiknjo, Mayjen Sukarnen Martodikusumo, dan Mayjen Didi Kartasasmita, anggapan tersebut tentu keliru. JOEWONO, S.H. Jalan Prof. Supomo 52 Jakarta Selatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus