Surat dari Redaksi KANTOR pusat Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sabtu pekan lalu, seakan pindah ke gedung TEMPO. Ketika itu, Kepala BPN Soni Harsono, bersama delapan pejabat terpenting di kantor yang dahulu bernama Direktorat Jenderal Agraria itu, selama lebih kurang empat jam berada di kantor kami untuk menghadiri sebuah diskusi tentang tanah dengan tim laporan utama TEMPO. Diskusi seperti ini- mengundang orang luar dalam menyiapkan sebuah laporan utama- amat sering kami lakukan. Ahli ekonomi seperti Hadi Soesastro, Anwar Nasution, Darmin Nasution, Sjahrir, eks Menko Ekuin Ali Wardhana, dan sejumlah nama lainnya sudah pernah datang ke TEMPO untuk acara dimaksud. Begitu juga sejumlah pengamat politik, pemimpin parpol dan Golkar, tokoh LSM, kalangan akademisi, ulama, aktivis kampus, dan sebagainya yang jumlahnya terlalu banyak bila disebutkan. Kali ini kami sengaja mengundang Soni Harsono, 60 tahun, dan para stafnya karena laporan utama yang kami siapkan ini soal tanah di Jakarta. Seperti dikatakan Susanto Pudjomartono, Redaktur Pelaksana yang memandu acara ini, menghadapi persoalan tanah di Jakarta bak masuk ke rimba raya. Artinya, untuk menyiapkan tulisan yang akurat dan lengkap, kami memang merasa perlu mencari bekal dan bahan dari nakhoda BPN itu agar tak tersasar di rimba raya yang penuh onak dan serigala itu. "Apakah Mas Soni memasuki rimba ini pakai winchester?" ujar Susanto bergurau. Tentu saja Soni hanya tertawa. Dari penjelasan Soni dan stafnya keyakinan kami menebal bahwa betapa ruwet persoalan tanah di Indonesia itu, terutama di Jakarta. Gejala yang muncul di permukaan, seperti rakyat yang berbondong-bondong ke DPR karena tergusur, tampaknya hanya puncak gunung es yang menyembul sedikit ke permukaan. Pantas saja kalau persoalan tanah menjadi sebuah catatan panjang yang tak ada habis-habisnya. Apalagi karena pertumbuhan ekonomi yang terus melonjak Jakarta pun tumbuh begitu cepat menjadi sebuah metropolitan dengan gedung jangkung yang tumbuh seperti cendawan di musim hujan. Dan perumahan mewah berserakan di berbagai pojok kota. Semua itu membutuhkan tanah, komoditi yang jumlahnya tak bisa bertambah. Maka, kami anggap layak mengangkat soal ini sebagai laporan utama TEMPO nomor ini. Fokusnya memang Jakarta, yang sedang merayakan ulang tahun pekan ini. Jadi, laporan ini bisa saja dianggap sebagai kado ulang tahun untuk sang ibu kota. Selain acara diskusi tadi, untuk laporan utama ini kami melakukan begitu banyak reportase dan wawancara (selain riset) yang dilakukan tim reporter Didi Prambadi, Iwan Qodar, Dwi S. Irawanto, Siti Nurbaiti, Indrawan, Ivan Haris, dan Bambang Sujatmoko. Selama beberapa hari mereka nguping kiri kanan, mencari sisik melik siapa sih sebenarnya para konglomerat tanah itu? Hasil reportase itu dituliskan kembali oleh tim Laporan Utama yang meliputi Putut Trihusodo, Ahmed K. Soeriawidjaja, Priyono B. Sumbogo, Sri Pudyastuti, dan Aries Margono. Penyuntingan terakhir dikerjakan Redaktur Pelaksana Susanto Pudjomartono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini