ANDA sadar bahwa majalah TEMPO sampai ke tangan pembaca lewat "ujung tombak" penjualan yang sangat menentukan: agen dan pengecer. Sudah barang tentu, kami menempatkan para agen majalah itu sebagai partner yang bisa diajak berbagi pengalaman. Sabtu pekan lalu, kami baru saja menyelesaikan lokakarya kelima terakhir untuk tahun ini - khusus untuk mereka yang beroperasi di Jakarta. Untuk mengakrabkan hubungan dengan agen yang "mengantar" majalah sampai ke tangan pembaca, Departemen Pemasaran sebelumnya telah mengadakan acara jumpa agen semacam itu di Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta untuk gelombang pertama. Lokakarya yang rata-rata memakan waktu dua hari itu dipimpin oleh Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (IPPM) Jakarta. Lembaga yang dikenal mendidik para eksekutif perusahaan itu, belakangan, memang mempunyai departemen yang ditugasi membina pengusaha kecil. Berkat pengalamannya mengurus pengusaha lemah itu, kami meminta jasa IPPM untuk memimpin lokakarya dengan agen yang rata-rata memang tergolong pengusaha lemah. Sebagai fasilitator, IPPM kemudian menyusun kurikulum supaya bisa pas benar untuk kepentingan para agen. Masalah pokok pengusaha kecil, kata Setya Irawan yang memimpin acara itu, ialah kekurangan modal dan seretnya pemasaran. Karena itu pula, IPPM mencoba menerapkan problem pengusaha kecil - yang selama ini dibinanya - pada para agen TEMPO. Satu hal yang sering membuat kacau para pengusaha lemah itu adalah sistem pembukuan keuangannya. Bahkan pada umumnya para agen sering tidak mempunyai pembukuan yang rapi. "Sehingga tidak dibedakan lagi pengeluaran rumah tangga atau usaha," kata Irawan. Kekacauan semacam itu kemudian dicoba IPPM untuk diluruskan. Mereka diajari mengenai pengetahuan dasar masalah administrasi dan pembukuan. "Juga supaya dipisahkan anggaran untuk kebutuhan apa saja," kata Bambang Lelono, yang mengajar teknik memimpin karyawan dalam lokakarya itu. Untuk itu, penyelenggara lokakarya memberikan beberapa buku petunjuk yang sangat sederhana. Kelemahan lain, para "boss" pengecer koran dan majalah itu sering tidak memikirkan upah untuk dirinya. Pemilik agen itu cuma memikirkan berapa gaji pegawainya. "Lupa berapa seharusnya ia mengambil gaji," kata Bambang lebih lanjut. Akibatnya, katanya, terjadi kekacauan antara uang pribadi dan usahanya. rsi paling besar yang dipersoalkan dalam lokakarya adalah teknik memimpin karyawan dan masalah membuka pasar. Kami berharap agar partner usaha itu - para pengecer dan agen yang tergolong pengusaha kecil dan melibatkan ribuan kepala - menjadi lebih paham. Agen bukan cuma senang menerima uang, tapi juga senang menghitung dan mengelolanya. "Ini adalah hal yang sampai sekarang dirasa sangat kurang bagi pengetahuan mereka itu," ujar Bambang Lelono. Hal sama dialami oleh sebagian besar pengusaha kecil yang menjadi binaan IPPM. Agen majalah atau pengecer dan pengusaha kecil kelihatannya, paling tidak di mata IPPM, mempunyai problem sama: yaitu modal, pemasaran, dan memimpin karyawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini