Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengapa beras?

Bulog bertugas menyalurkan beras kepada pegawai negeri/abri. kini menyalurkan stok yang berlebih dengan harga tinggi, guna menutupi pembiayaan penyimpanan beras. (nas)

7 Desember 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PANGKATNYA kolonel. Tugasnya di Hankam. Tiap bulan ia membawa pulang hampir 60 kg beras. Bukan untuk persediaan, tapi untuk dijual dengan harga, paling mahal, Rp 200 per kg. Tentu saja, keluarga ini tetap makan nasi. Maka, dengan uang hasil penjualan beras dari kantor itu, dibelilah beras lain seharga Rp 250 sampai Rp 300 per kg. Itu berarti keluarga ini tiap bulan setidaknya menyisihkan uang Rp 3.000 untuk tambahan membeli beras di pasaran. Pemborosan yang tidak perlu, seandainya jatah beras pembagian itu berkualitas baik. Dan itulah yang dilakukan oleh kebanyakan pegawai negeri dan anggota ABRI terhadap jatah beras mereka. Mungkin, uang Rp 3.000 kini tak banyak artinya. Tapi, bila dihitung jumlah pegawai negeri kini mendekati 2,6 juta, artinya ada pemborosan kira-kira Rp 7,5 milyar. Dan bila ditambah dengan anggota ABRI sekitar 400.000, jumlah itu menjadi sekitar Rp 8,7 milyar per bulan. Pengorbanan itu untuk siapa? Secara gampang, tentunya untuk Bulog, yang menyediakan berasnya. Sebab, "penjualan" bagi pegawai negeri dan anggota ABRI (kini ditambah dengan beberapa BUMN) sudah ditetapkan harganya, Rp 377 per kg - apa pun mutu berasnya. Padahal, Bulog membeli dari KUD dengan harga Rp 285 per kg. Memang ada alasannya, selisih harga itu untuk menutup ongkos gudang dan penyusutan. Dan sebenarnya Bulog memang hanya melanjutkan tradisi. Lembaga yang lahir pada 1967 ini merupakan kelanjutan Komando Logistik Nasional. Tugas utamanya pun, melanjutkan tugas yang dulu pula: "menyediakan dan menyalurkan beras sesuai ketentuan pemerintah, khususnya untuk pegawai negeri/karyawan/ABRI." Di zaman Indonesia masih harus impor berjuta ton beras Bulog boleh dibilang memang punya jasa. Selain menyediakan bahan pokok buat pegawai negeri dan anggota ABRI, juga bisa menekan harga beras dengan cara melempar stoknya ke pasar. Namun, timbul pertanyaan, memang, bila beras di pasar turun harganya, Bulog tetap menjadi penyalur beras buat pegawai negeri dan anggota ABRI, dengan harga yang cukup mahal. Masih perlukah para abdi negara dijatah beras ? "Lebih baik kami diberi uangnya," kata seorang pegawai negeri di Departemen Dalam Negeri. Bila masalahnya adalah untuk menyalurkan stok Bulog, tak adakah jalan lain? Misalnya mengusahakan ekspor beras. Memang, di pasar internasional mutu beras kita termasuk rendah. Dan, harga beras internasional jauh lebih rendah dibandingkan harga di dalam negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus