KALI ini cerita tentang promosi. Bagian ini, yang dijuluki "jual kecap" baru terasa kegiatannya sejak tahun 1983. Bukan karena TEMPO baru belakangan ini merasa butuh akan promosi. Tapi sebelumnya usaha promosi boleh dibilang masih berupa sambilan, dengan anggaran yang kecil. Kebutuhannya baru terasa setelah bagian promosi menjadi tak terpisahkan dari bagian penjualan majalah (sirkulasi). Ia tak lagi berjalan sendiri, tapi setiap geraknya bertujuan menopang usaha sirkulasi. Atau dalam kata-kata Abdul Muthalib, penjaga gawang bagian itu, untuk "membawa barang lebih dekat kepada konsumen." Dengan staf yang masih kecil, setiap hari Selasa, sehari sebelum TEMPO beredar, bagian itu sudah menyebarkan puluhan ribu pamflet poster berwarna sampai ke luar Jawa. Di hari itu pula wajah TEMPO sudah tampil di iklan koran, dengan "menjajakan" topik-topik yang menarik. Informasi awal seperti itu yang rupaya juga dikehendaki para agen yang bersama para subagen dan pengecer merupakan pihak terdepan yang langsung menghadapi konsumen. Mungkin timbul kesan: Apa TEMPO ini sudah menjadi barang dagangan? Bisa jadi. Tapi bedanya: yang diperdagangkan dalam hal ini adalah komoditi informasi. Seberapa besar promosi berhasil melumasi mesin penjualan memang tak mudah untuk diukur. Tapi yang pasti: kegiatan itu bertujuan memperbesar oplah dan memperluas jangkauan penjualan majalah. Sebab, makin banyak orang yang percaya, "TEMPO enak dibaca. Dan perlu", makin besar pula peluang untuk menetapkan harga majalah yang tak kelewat tinggi. Berikut ini adalah berita "promosi" yang lain: Karni Ilyas, penjaga gawang rubrik Hukum, pekan lalu menghadapi tim penguji di Fakultas Hukum UI. Hasilnya: lulus dengan predikat "A" (tertinggi). Ia sengaja tidak memilih jurusan pidana, "Karena pidana sudah terlalu sering saya gumuli dengan penulisan di TEMPO," katanya. Ia lebih suka memilih jurusan hukum tata negara, bidang yang tak begitu populer. Masuk di TEMPO pada 1978, pemuda yang sebelumnya bekerja di koran Suara Karya ini memang sering meliput peristiwa kriminalitas, sehingga oleh rekan-rekannya di juluki sebagai "wartawan kriminal". Beperawakan kurus, dan suka humor, Karni, selama bertugas sebagai reporter, dikenal gigih mencari berita dan pandai membina hubungan dengan sumber berita. Kebolehannya menulis, termasuk laporan utama, membuat ia diserahi tugas yang lebih berat: sebagai penanggung jawab rubrik. Tapi ia juga punya iabatan lain: sebagai salah seorang anggota Dewan Karyawan PT Grafiti Pers, penerbit TEMPO. Bisa menulis cepat, dan selalu siap pulang pagi bila diperlukan, ia pula yang diminta menulis laporan utama minggu ini, yang mendadak diputuskan akhir minggu lalu, bersama Surasono, dibantu Dedy Iskandar dari Bandung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini