Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Layakkah kunjungan Megawati ke Amerika Serikat pada saat ini? (14 - 21 September 2001) | ||
Ya | ||
50,1% | 220 | |
Tidak | ||
48,3% | 212 | |
Tidak tahu | ||
1,6% | 7 | |
Total | 100% | 439 |
AMERIKA Serikat adalah cermin sikap yang mendua. Sikap dari dirinya sendiri, juga dari kita kepadanya. Dan bila jumlah suara dalam sebuah jajak pendapat yang hanya memperlihatkan selisih dalam hitungan jari tangan dari ratusan peserta dianggap bukan sebagai perbedaan yang signifikan, boleh jadi itu pun gambaran sikap mendua tersebut.
Ketika menara kembar World Trade Center New York dua pekan lalu roboh akibat terjangan pesawat yang dibajak teroris, sementara Presiden Megawati hendak berkunjung ke Amerika, sikap kita pun terbelah. Penyebabnya sederhana: AS bersitegang dengan Afghanistan, negara yang dipimpin rezim Islam Taliban. Abang Sam menuding negara itu melindungi Osama bin Ladin, orang yang dianggap sebagai otak serangan Selasa Hitam, orang yang kebetulan pula berlatar belakang Islam. Sementara itu, Megawati sebagai pemimpin negara yang mayoritas penduduknya Islam justru bergeming terbang ke Washington. Adakah yang tak cocok di sini? Yang membuat kita tak satu sikap?
Yang setuju Mega berangkat ke Amerika berasumsi kunjungan ini menguntungkan dunia Islam. Mega, dan Indonesia, bisa mewakili untuk memperlihatkan wajah Islam yang ramah. Sedangkan yang tak setuju berasumsi bahwa kita terlalu merendah terhadap Amerika di saat negara itu mengarahkan moncong meriamnya ke negara Islam.
Kata kuncinya di sini bukan Islam, melainkan Amerika. Negara adikuasa ini mendua dalam soal terorisme: mencaci aksi teror di New York dan Washington, sekaligus menebar teror kepada rakyat Afghanistan. Dalam situasi ini, tugas Mega ke Amerika barangkali lebih tepat bukan sekadar sebagai wakil dari negara dengan penduduk Islam terbesar, melainkan sebagai wakil warga dunia yang menolak aksi kekerasan. Tidak untuk kekerasan di New York, tidak pula di Afghanistan. Dan dengan itu, mungkin sikap yang membelah itu akan terangkum lagi.
Jajak Pendapat Pekan Depan:
Pekan lalu, suasana Kota Madiun di Jawa Timur sempat mencekam akibat bentrokan bersenjata antara kesatuan pasukan Kostrad dan anggota polisi di kota itu. Ini adalah benturan kesekian kali antara tentara dan polisi. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, Rabu pekan lalu, KSAD Jenderal TNI Endriartono Sutarto mengatakan bahwa sejak pemisahan secara struktural TNI dan Kepolisian RI, konflik di antara anggota kedua lembaga ini meningkat hingga 300 persen. Betulkah pemisahan itu sebagai penyebab konflik? Bagaimana pendapat Anda sendiri? Suarakan pendapat Anda melalui situs www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo