Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perjanjian Karet yang Tak Kunjung Kelar

BPPN ingin mengubah MSAA dengan konglomerat pengutang BLBI. Para taipan menanggapi secara berbeda-beda. Ada yang marah, ada yang mengirimkan proposal baru.

30 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERJANJIAN penyelesaian utang dengan konglomerat penyedot kasbon BI benar-benar ibarat kerikil dalam sepatu yang membuat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) selalu merasa tak nyaman. Bayangkan, beberapa perjanjian sudah diteken sejak tahun 1998, tapi hingga kini pelaksanaannya masih terantuk-antuk. Kesepakatan setebal bantal yang ditulis dalam bahasa Inggris itu memang super-membingungkan. Tak mengherankan bila BPPN ataupun para konglomerat menafsirkan perjanjian yang beken disebut Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) itu sesuka hati masing-masing. Jadi, bagaimana antara mereka bisa bertemu?

Karena itu, tak aneh bila agen penyehatan perbankan itu bolak-balik ngomong ingin merevisi MSAA dan MRA (Master of Refinancing Agreement). Sayangnya, pernyataan itu kerap sekadar buah bibir yang tak kunjung dilaksanakan. Maka, cukup mengejutkan kalau sekarang BPPN diam-diam serius merundingkan kembali penyelesaian utang BLBI itu. Kali ini pejabat yang ditugasi adalah Dasa Sutantio. Sejak Agustus lalu, pejabat pelaksana tugas deputi ketua bidang AMI (aset manajemen investasi) tersebut rajin mengirimi para konglomerat itu surat panggilan.

Nah, para taipan itu ternyata menanggapi panggilan tersebut secara beragam. Bob Hasan, yang memiliki utang BLBI di Bank Umum Nasional (BUN) sebanyak Rp 5,34 triliun, malah marah-marah dan mengancam ingin membatalkan MSAA yang pernah ditekennya. Dalam surat ba-lasan yang dibawa Leonard Tanubrata, bekas direktur utama BUN, Bob mengeluhkan perlakuan pemerintah yang tidak konsisten. Soalnya, kendati sudah meneken MSAA, utang BLBI-nya ternyata tetap diungkit-ungkit. Mestinya, dengan menyepakati MSAA—dan menyerahkan aset sebagai pembayar utang—semua utang BLBI Bob Hasan memang telah dianggap selesai.

Sayang, Bob sendiri menolak memberi penjelasan lebih lanjut tentang ancamannya itu. Ditemui TEMPO di Lembaga Pemasyarakatan Batu, Nusakambangan, bekas kawan main golf Soeharto itu hanya menjawab pendek "tidak" sambil tersenyum. Andi Darussalam, pembantu Bob yang rajin menjenguknya di Nusakambangan, menyatakan bosnya itu mengaku tak mau lagi menjadi sorotan karena diwawancarai wartawan.

Menghadapi ancaman Bob itu, BPPN menurut Dasa belum menentukan sikap. Namun, Dasa menyayangkan karena, menurut dia, Bob termasuk obligor yang cukup kooperatif. Dalam pandangan Ketua BPPN Putu Ary Suta, persoalan semacam itu membutuhkan ke-putusan pemerintah dan DPR secara menyeluruh. Karena itu, ia mengaku akan bicara dengan para "bos-bos besar". Putu sendiri mengaku akan mencari jalan yang menguntungkan kedua belah pihak seraya mengakui bahwa di masa lalu pemerintah memang sering bersikap tidak konsisten kepada pengutang BLBI.

Lain Bob, lain lagi Sjamsul Nursalim. Taipan pendiri kerajaan bisnis Gadjah Tunggal itu langsung menjawab surat BPPN dengan mengirim proposal restrukturisasi utang yang disusun konsultan Deloitte Touche Tohmatsu. Intinya, ia minta agar utang BLBI-nya yang sebesar Rp 27,495 triliun bisa dijadwal ulang selama 12 tahun dengan masa tenggang pembayaran (grace periode) selama dua tahun pertama.

Dalam periode itu, ia berjanji akan mem-bayar bunga yang besarnya berkisar 0,5-17 persen. Hebatnya, duit untuk membayar bunga itu menurut dia 90 persen berasal dari arus kas (cash flow) PT Tunas Sepadan Investama (TSI), yang terdiri atas dividen dari setiap perusahaan yang diambil alih pihak lain dan hasil penjualan aset lainnya. Adapun pokok utangnya baru akan dibayar pada tahun kesembilan sampai ke-12, masing-masing sebesar 15 persen, 15 persen, 30 persen, 30 persen.

Selain utang BLBI, Sjamsul juga mengajukan proposal untuk menyelesaikan masalah utang petambak Dipasena, Bank Dewa Rutji, dan dua perusahaan lain, yaitu Villa Desta dan Antap Alam. Sayang, belum diketahui bagaimana tanggapan balik BPPN atas tawaran Sjamsul yang cukup lugas itu. Kepada TEMPO, Putu mengaku pihaknya belum tahu ke mana perundingan MSAA dan MRA akan mengarah. Namun, yang jelas, menurut dia perlu ada keputusan dengan penyelesaian di tingkat yang lebih tinggi, "tidak bisa hanya di level BPPN, karena yang meneken perjanjian itu dulu tak cuma BPPN."

Nugroho Dewanto, Purwani Diyah Prabandari, Ecep Suwardani Yasa, Dewi Rina Cahyani


Status Pengembalian Kewajiban Pemegang Saham
(per 31 Desember 1999)
Group Bank/Status Perjanjian Tanggal Penutupan Surat Berharga (dalam triliun Rp) Holding Company
  Pola Tanggal      
Sjamsul Nursalim BDNI/BBO MSAA 21/09/98 25/05/99 27, 496 PT Tunas Sepadan Investama
Kaharudin Ongko BUN/BBO MRA 18/12/98 22/12/99 8,348 PT Arya Mustika Mulia Abadi
Mohamad "Bob" Hasan BUN/BBO MSAA 06/11/98 27/10/99 5,341 PT Kiani Wirudha
Samadikun Hartono Modern/BBO MRA 18/12/98 09/07/99 2,664 PT Cakrawala Gita Pratama
Sudwikatmono Surya/BBO MSAA 29/09/98 13/08/00 1,962  
Soedono Salim BCA/BTO MSAA 21/09/98 21/09/98 52,627 PT Holdiko Perkasa
Usman Admadjaja Danamon/BTO MRA 06/11/98 06/11/98 12,533 PT Bentala Kartika Abadi
Hokiarto Hokindo/BBO MRA 23/04/99 04/07/00 339 PT Horwarya Persada
Ibrahim Risjad RSI/BTO MSAA 04/06/99 04/06/99 332  
  T O T A L       111,643  
BBO = Bank Beku Operasi
BTO = Bank Take-Over

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus