Saya ingin mengemukakan beberapa kesalahan yang mencolok dalam Memoar Jenderal (Purn.) Soemitro (TEMPO, 6 April 1991) tentang peristiwa 17 Oktober 1952, yang merupakan sebagian dari sekilas uraian riwayat hidupnya. Soemitro menceritakan bahwa setelah mengalami kejadian-kejadian mengenai dirinya yang berhubungan dengan Peristiwa 17 Oktober 1952, ia "mendapat gambaran bahwa pendapat umum di Jawa Timur menyimpulkan bahwa yang menggerakkan Peristiwa 17 Oktober 1952 itu adalah Partai Sosialis Indonesia (PSI) dengan sekjennya, Ali Budiardjo, S.H." Pertama saya ingin menegaskan bahwa saya tidak pernah menjabat Sekjen PSI. Malah, ketika itu, saya bukan anggota PSI meskipun saya pengagum Sjahrir. Memang pada 17 Oktober 1952 itu saya menjabat sekjen, tapi sekjen pada Kementerian Pertahanan yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono IX, sebagai menteri pertahanan. Jabatan itu saya pegang sejak Januari 1950 atas permintaan Sri Sultan. Pada waktu itu, saya baru keluar dari gerilya yang saya ikuti dalam Wehrkreise, yang dipimpin Letkol. Soeharto (sekarang Presiden RI). Jadi, saya bukan sekjen dari PSI. Kalau Jenderal (Purn.) Soemitro bersedia membuang waktu untuk membaca beberapa karangan tentang sejarah kontemporer Indonesia, mungkin kesalahan itu tidak terjadi. Kesalahan lebih besar adalah menganggap PSI-lah yang menggerakkan Peristiwa 17 Oktober 1952 itu. Dalam hal ini, sekali lagi, saya sarankan kepada Soemitro membaca tulisan tentang sejarah kontemporer tentang peristiwa ini, misalnya buku Membuktikan Ketidakbenaran Suatu Mitos dan buku memoar T.B. Simatupang, bekas KSAP. Dari halaman-halaman kedua buku T.B. Simatupang itu, Jenderal (Purn.) Soemitro tidak akan menemukan satu kata yang menunjukkan bahwa Peristiwa 17 Oktober 1952 itu "digerakkan" oleh PSI. Saya bukan bekas anggota TNI. Namun, dari hubungan saya dengan pimpinan TNI, saya dengan jujur mengatakan bahwa pimpinan TNI tidak dipengaruhi atau "ditunggangi" suatu kelompok di luar TNI, baik kelompok politik maupun agama atau sosial. Suara T.B. Simatupang merupakan suara "dari kalangan dalam". Tetapi jauh sebelumnya, pada 1962, analis politik dari Australia, Prof. Dr. Herbert Feith dari Monash University, dalam bukunya The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia menguraikan dengan panjang lebar sebab-musabab terjadinya Peristiwa 17 Oktober 1952 dengan akibatnya. Tidak ada satu kata yang menunjukkan bahwa peristiwa itu "digerakkan" oleh PSI. Akhirnya Jenderal (Purn.) Soemitro menyatakan bahwa beliau betul-betul tidak tahu siapa yang menggerakkan "Peristiwa 17 Oktober 1952". Satu pernyataan yang menunjukkan bahwa ia tetap yakin bahwa pimpinan TNI dapat "digerakkan" oleh suatu kelompok kekuatan di luar TNI. ALI BUDIARDJO, S.H., M.Sc. (ind. Mgmt., MIT) Bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Rl Jalan Proklamasi 37 Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini