Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada intinya, saya sangat setuju bila lembaga-lembaga pemerintah produk Orde Baru direfomasi, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri. Namun, saya sangat sedih dengan pernyataan ”ajaran agama akan tercoreng karena politik bila penganutnya secara radikal ’memaksakan’ keimanannya dalam urusan bernegara.”
Dalam ajaran Islam, tidak ada pemisahan antara beragama dan bernegara. Sebab—kalau Anda mau meluangkan waktu untuk membaca Quran—semua aspek kehidupan manusia diatur di dalamnya. Bagaimana mungkin umat Islam mau menyekulerkan pemerintahannya? Bukankah sikap Ir. Soekarno—notabene beragama Islam—waktu itu, yang tidak memakai simbol Islam dalam politik, adalah sikap yang menodai Islam itu sendiri, seperti pernyataan Anda? Seharusnya, jika memang Soekarno adalah seorang muslim sejati, dia tak akan berusaha menyingkirkan Islam dalam kehidupan bernegara.
Karena itu, saya, sebagai seorang muslim dan WNI yang baik, menyambut baik pernyataan MUI tersebut (pernyataan agar umat Islam memilih calon anggota legislatif yang beragama Islam). Sebab, pernyataan itu justru usaha untuk mengembalikan hati nurani umat muslim Indonesia yang sudah melenceng dan melupakan kodratnya akibat paham-paham yang melenceng dari ajaran Islam, yang dilakukan oleh orang-orang Orde Lama dan Orde Baru.
Karena itu, penting bagi Anda untuk mengetahui apa yang Islam perintahkan kepada penganutnya, khususnya dalam berpolitik, sebelum Anda mengeluarkan pernyataan yang menyiratkan bahwa Islam memisahkan ajarannya dari kehidupan berpolitik.
DERMA M. UPERTI
Jalan Radio Palasari, Bandung
E-mail: [email protected]
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo