Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Menerima bintang mahaputra utama menerima bintang mahaputra ...

Presiden soeharto menganugerahkan bintang mahaputra utama kepada gub. sum-bar azwar anas, ka proyek masjid istiqlal soedarto, gub. ntt gatot suherman dan eks ketua bppk alm. maskoen soemadiredja. (alb)

16 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

* Kamis pekan ini, Presiten Soeharto menganugerahkan Bintang Mahaputra kepada sejumlah putra Indonesia. Bekas KSAD, Jenderal Rudini, 57, akan menerima Bintang Mahaputra Adipradana. Perwira tinggi yang merintis karier militer sebagai komandan peleton di Batalyon 518/Brawijaya sejak 1955. Setelah itu, lulusan Akademi Militer Breda ini banyak bertugas di pasukan, termasuk sebagai Komandan Kontingen Pasukan Garuda di Timur Tengah. Sejak itu, kariernya terus menanjak, mulai dari Kastaf Kostrad pada 1977, lalu Panglima Kostrad (1981), dan KSAD (1983). Bintang Mahaputra kelas II itu juga diberikan kepada bekas KSAL Laksamana Mochamad Romli, 58. Bergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat Laut (cikal bakal TNI-AL) pada 1946, lelaki kelahiran Tulungagung. Jawa Timur, itu meniti kariernya sebagai letnan muda. Setelah melaut beberapa lama, ia dipercaya memegang jabatan Deputi KSAL dan Kepala Staf Operasi Departemen Hankam. sebelum diangkat sebagai KSAL pada 1982. Marsekal Sukardi, 55, bekas KSAU, juga menerima penghargaan Mahaputra Adipradana. Sebagai penerbang, tentu ia menyadari, bila terlalu lama duduk di cockpit, tanpa ada selingan, olah raga misalnya, kondisi prima akan sulit dipertahankan. Karena itu, selain meneruskan tradisi MBAU sejak dulu, setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu, ia mengadakan acara lari pagi di depan kantor MBAU. Ia juga mencanangkan program gerak jalan Taman Mini-Cilangkap setiap dua minggu. Sepintas lalu Anton Soedjarwo mengesankan sosok yang angker dan seram. Tapi, jenderal polisi yang juga dianugerahi bintang Mahaputra Adipradana ini ternyata suka guyon. Anton, 56, menapak kariernya sebagai inspektur polisi I. Ia mulai terkenal sewaktu bertugas di KP3 Tanjungpriok. Sejak ia bertugas di situ, kawasan yang dulunya rawan penjahat dan pencoleng itu boleh dikatakan aman. Setelah itu ia diberi kepercayaan menjabat kepala polisi di berbagai daerah. termasuk Polda Metro Jaya. Ia diangkat menjadi Kapolri pada 1982. Penerima Mahaputra Adipradana lainnya adalah Letnan Jenderal (pur) Sarwo Edhie Wibowo, 61, yang kini menjabat Ketua BP-7. Sarwo dikenal sebagai spesialis dalam penyerbuan-penyerbuan mendadak. Namanya meroket ketika berhasil membebaskan lapangan udara Mapanget, Manado, yang dikuasai Permesta, pada 1957. Lalu, ia pula yang berperanan dalam pembebasan lapangan udara Halim Perdanakusuma waktu peristiwa G-30S/PKI meletus, Oktober 196s. Berbagai jabatan didudukinya, mulai dari Komandan Sekolah Para Komando Angkatan Darat, Komandan RPKAD (sekarang: Kopassus), Gubernur Akabri, duta besar untuk Korea, hingga Inspektur Jenderal Deplu. * Bintang Mahaputra Utama, setingkat di bawah Adipradana, dianugerahkan kepada Gubernur Sumatera Barat Mayjen Azwar Anas, Kepala Proyek Masjid Istiqlal Ir. Soedarto, Gubernur Nusa Tenggara Barat Brigje4 Gatot Suherman, dan Almarhum Maskoen Soemadiredja, bekas Ketua Badan Pertimbangan Perintis Kemerdekaan. Azwar Anas, 55, pada awalnya lebih banyak berkecimpung di dunia pendidikan. Belakangan oleh Harun Zain, Gubernur Sum-Bar waktu itu, pria kelahiran Padang itu ditawari mudik untuk mengelola PT Semen Padang, yang kondisinya hampir ambruk. Di tangannya, pamor perusahaan semen itu sedikit demi sedikit mulai terangkat. Dan 1977, ia dilantik menjadi Gubernur Sum-Bar. Prestasinya terus menanjak. Itu dibuktikannya, ketika provinsi tersebut meraih Penghargaan Parasamnya Purnakarya Nugraha, 1984. * Presiden Soeharto juga menganugerahkan Bintang Mahaputra Pratama, setingkat di bawah Utama, kepada H.R Mangoendiprodjo, bekas Residen Lampung, yang kini menjadi anggota paripuma Legiun Veteran RI dan Angkatan 45 dan Sudiro, bekas wali kota (kini: setingkat gubernur) Jakarta Raya. Adalah Sudiro, 75, yang sejak muda sudah aktif dalam pergerakan, antara lain Partindo. Kendati sudah tua, toh ia hingga kini masih segar bugar dan bicaranya juga tetap lantang. Otobiografinya, Sudiro Pejuang Tanpa Henti, diterbitkan pada 1981.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus