Dalam tulisan "Cukup di Daerah Pinggiran" (TEMPO, 29 Juni 1991, Laporan Utama) ada beberapa hal yang perlu dijernihkan menyangkut wawancara saya dengan TEMPO, sebagai berikut: 1. Saya tidak pernah menyarankan resep film seks, sadisme, mistik, dan legenda. Saya justru menekankan, Prasidi Film tidak pernah memasuki daerah itu. Dan secara khusus telah saya jelaskan bahwa Prasidi Film sedang melakukan penelitian (saya sebut research & development) untuk penggeseran tema-tema film menengah bawah agar ada peningkatan kualitas. Dalam penelitian itu, saya melakukan pendekatan pada rekan-rekan pelaksana yang memproduksi film-film menengah bawah, agar mereka menggeser tema, meningkatkan kualitas, sehingga bisa bersaing dengan film-film impor menengah atas. (Dengan demikian, mereka akan mendapat peluang masuk bioskop atas, yang sekarang tidak bisa dimasuki film-film menengah bawah). Tugas ini memang sangat berat. Sering banyak pihak mengatakan bahwa saya ini ibarat bermimpi. Namun, saya tetap berusaha semaksimal mungkin merealisasikan hal itu melalui penelitian dalam mencari alternatif-alternatif tema, sebagai upaya awal. Mungkin, yang kami lakukan cuma kecil terbatas, tapi mudah-mudahan dapat menjadi stimulan untuk meningkatkan kualitas film nasional. 2. Dalam soal masuknya MPEAA, dari dulu opini saya tidak berubah. Maka, secara khusus, telah saya berikan materi tertulis yang pernah saya sampaikan pada Media Indonesia pada saat soal itu sedang hangat dibicarakan. Mengenai move MPEAA, saya pribadi berpendapat bahwa direct distribution dari mereka harus dihindari karena jelas akan merugikan perfilman nasional. Perlu digarisbawahi bahwa Asosiasi Film Impor adalah unsur internal Indonesia sendiri, sehingga jelas-jelas terikat pada komitmen-komitmen nasional. Kita harus membedakan masalah-masalah teknis yang masih dihadapi dalam operasional perfilman di Indonesia, yang sampai saat ini juga masih mengundang kritik dan ulasan dari berbagai pihak. 3. Mengenai adanya kenyataan kerja sama antara Warner Bros dan Subentra, menurut saya, hal tersebut harusnya sudah bisa kita antisipasi pada waktu awal MPEAA diributkan dulu, karena Amerika adalah negara yang capital-oriented, di samping Subentra dinilai mempunyai manajemen yang kuat. Secara khusus saya katakan, perjuangan budaya tidak dapat kita titipkan pada negara lain. Karena itu, saya heran mengapa ada pihak-pihak yang menyatakan setuju MPEAA masuk. Sekarang ini, as a matter of fact, sudah ada mekanisme baru sistem share, bukannya sistem flat untuk film impor. Saya katakan, bila dikaitkan dengan film nasional, kondisi itu akan lebih sehat karena peredaran film impor tidak melalui sistem borongan lagi. Dan karena Grup 21 adalah bioskop menengah atas yang tidak memutar film bawah (walaupun ada grey films menengah), itu perlu kita tanggapi dengan film yang berkualitas. Kalau tidak, film-film nasional yang sudah menjadi tuan rumah di bioskop menengah bawah sekarang ini akan tergeser. Jadi, sangat penting upaya menggeser tema menengah bawah, baik ditinjau dari aspek budaya maupun ekonomi. Produser tidak harus mengendurkan bisnis, tapi harus menggeser tema. 4. Telah saya utarakan bahwa masuknya MPEAA jangan mengurangi semangat juang dengan menurunkan produksi atau malah menutup perusahaan. Justru kita harus menanggapi dengan positive thinking: percaya diri bahwa kita mampu membuat film yang baik dan diterima masyarakat. Sekaranglah saatnya kita harus berjuang tuntas, bekerja keras dan optimal, untuk menunjukkan pada dunia luar bahwa kita tidak mudah lumpuh. Film memang harus dimasuki dengan skala besar. Selama ini, bisnis produksi film ibarat bisnis rumah, sehingga yang relatif besar saja, yang mampu membuat sekitar 10 film dalam setahun, yang dapat bertahan. Untuk yang kecil, secara realistis harus bersatu dalam bentuk konsorsium. 5. Dengan berbagai masalah yang kita hadapi sekarang ini, antisipasi saya atas perkembangan perfilman nasional tetap positif. Yakni, dengan ditunjang deregulasi dan debirokratisasi yang dipersiapkan Departemen Penerangan, dan upaya-upaya peningkatan profesionalisme, perfilman nasional akan berkembang lebih sehat, secara kualitatif dan kuantitatif. Trend ini, insya Allah, akan dapat dideteksi dalam tiga tahun yang akan datang. BUDIATI ABIYOGA Produser PT Prasidi Teta Film Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini