BEKAS demonstran itu telah berpulang. Penyakit jantung yang selama ini tak pernah dikeluhkannya, menyerangnya secara tiba-tiba, Sabtu pekan lalu. Ia dilarikan ke Meiril Medical Center. Tebet. Tetapi belum sampai ke klinik itu ia telah mengembuskan napasnya yang terakhir. Itulah akhir hidup Imam Walujo, eksponen Angkatan 66, yang meninggalkan seorang istri dan sepasang anak yang masih kecil-kecil. Imam Walujo ikut meramaikan gejolak politik di awal kelahiran Orde Baru. Ia bukan saja pencetus ide, tetapi ikut dalam berbagai gerakan aksi di jalan-jalan. Lahir di Surabaya, 10 Oktober 1943, Imam oleh kawan-kawannya dijuluki "pencetus delapan belas setengah gagasan dalam satu hari". Julukan lainnya, "seorang yang punya otak tak kenal istirahat". Di awal tahun 1970-an, ia aktif dalam kancah pergolakan mahasiswa. Ia tergabung dalam aksi Mahasiswa Menggugat, lalu Komite Anti Korupsi. Bersama Arief Budiman dan kawan-kawannya, Imam memproklamasikan Golongan Putih (Golput) di saat panasnya kampanye Pemilu 1971. Sebagai wartawan harian Kami, Imam bahkan menulis artikel yang cukup berani dengan judul "Partai Kesebelas untuk Generasi Muda". Ia menyerukan, bagi siapa saja yang tak merasa diwakili parpol dan Golkar - yang waktu itu jumlahnya sepuluh - bergabung saja dalam suatu "partai ke-11". Seusai Pemilu 1971, Imam Walujo masih aktif "bergerak", misalnya Gerakan Penghematan. Ketika Malari pecah, ia pun ikut mendekam dalam penjara, hampir setahun. Tahun-tahun selanjutnya, perjuangannya berubah. Ia meninggalkan cara-cara aksi dan mulai menempuh "perjuangan lewat pendidikan". Alasannya, menyesuaikan dengan situasi. Lantas ia pun mendirikan Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional (Leppenas), yang kegiatannya antara lain menerbitkan buku. Imam juga pendiri dan - sampai akhir hidupnya - ketua Himpunan Masyarakat Pencinta Buku (Himapbu). Dalam jabatannya sebagai direktur Leppenas dan ketua Himapbu, Imam tetap banyak menulis, bahkan tetap mengisi rubrik Dan Hati ke Hati di majalah Femina-suatu rubrik yang memberi berbagai saran-saran dalam kehidupan berumah tangga. Walau banyak kegiatan, toh Imam masih sempat menjadi sekretaris pribadi bekas wakil presiden Adam Malik. Dialah yang mendampingi Adam Malik di saat-saat terakhirnya. Untuk mengenang Almarhum Adam Malik, Imam Walujo ikut dalam serangkaian rapat-rapat menjajaki pendirian Universitas Adam Malik. Sabtu sore pekan lalu itu rupanya rapat terakhir yang diikuti Imam Walujo. Sebab, sepulang dari rapat, ia merasa dadanya sakit, dan beberapa saat kemudian maut menjemputnya. Almarhum Imam Walujo dimakamkan di TPU Karet, Minggu siang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini