* Bali kehilangan seorang seniman besar dengan meninggalnya Ketut Ridha, Sabtu dua pekan lalu. Jenazahnya dibakar Jumat siang ini, di Desa Blahbatuh, Gianyar. Ketut Rindha dikenal sebagai penari topeng yang pernah melawat ke berbagai penjuru dunia. Jasa besarnya bagi kesenian Bali. ia mengubah beberapa bentuk drama tari, di antaranya prembon. Tahun 1973 ia menghidupkan wayang gambuh, suatu drama tari klasik yang bertahun-tahun tidak muncul di Bali. Yang mengejutkan pengamat kebudayaan, tahun 1975 ia menciptakan wayaug arja, yakni memindahkan cerita wayang ke dalam bentuk drama tari arya. Almarhum juga dikenal sebagai sastrawan Bali, banyak menerjemahkan babad dan lontar. Sebelum meninggal, Almarhum mengumpulkan semua keluarganya. Ia memanggil anak satu-satunya, Dra. Made Suastini, yang mengajar di SMEA Singaraja. Di hadapan seluruh keluarga, Jumat malam, Ketut Ridha duduk bersila, dalam sikap "asana" (sembahyang dengan menundukkan kepala). Ia mengucapkan kata-kata: "Han Krisna ... Hari Rama ..." terus-menerus secara bergantian. Menjelang tengah malam, begitu selesai mengucapkan kata-kata itu, ia diperciki air suci Sungai Gangga, air yang ia bawa dari India ketika melakukan perjalanan keagamaan tahun 1951. Ia tersenyum, kemudian direbahkan pelan-pelan, kakinya diluruskan. Napasnya pun berakhir. Almarhum mengidap penyakit asma dan meninggal dalam usia 78 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini