Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Mereka Tidak Percaya KPU

Publik kecewa melihat kinerja Komisi Pemilihan Umum karena penghitungan suara yang tak kunjung selesai. Mayoritas responden tak percaya KPU akan berhasil menuntaskan tugasnya.

18 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGAMAT politik Riswandha Imawan punya perumpamaan sendiri untuk menggambarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut dosen Universitas Gadjah Mada ini, KPU mirip buta cakil. Tokoh raksasa tengil dalam cerita pewayangan itu suka memain-mainkan keris tapi akhirnya mati terhunjam senjata tajam tersebut. Ini sebuah perumpamaan yang mengingatkan bahwa komisi yang begitu berkuasa itu bisa terjerat oleh kekuasaannya sendiri.

Musuh KPU, menurut Riswandha, adalah dirinya sendiri. Kekuasaan besar yang dimilikinya tak diimbangi dengan kearifan. Jadilah KPU berkesan menari sesuka hati bersama kekuasaan itu. Aturan yang sudah dibuatnya dilanggar sendiri. Lihat saja proses penghitungan suara yang berlarut-larut. KPU berkesan seenak perut mengundur-undurkan jadwal pengumumannya. Mula-mula KPU berjanji mengumumkannya pada 21 Juni, tapi mundur ke 8 Juli. Belakangan malah terdengar kabar bahwa KPU baru bisa mengumumkannya pada 21 Juli. Yang terakhir ini pun bukan tak mungkin tak ditepati lagi.

Kalau kemudian KPU menjadi sasaran demonstrasi, itu tak mengherankan. Tercermin dari jajak pendapat TEMPO, khalayak memang kecewa terhadap kinerja KPU. Mayoritas responden merasa kecewa terutama karena proses penghitungan suara yang tak kunjung selesai. Banyak responden yang juga kesal terhadap sebagian anggota KPU yang terlalu mementingkan diri sendiri dan ribut melulu.

Kegeraman yang memuncak rupanya juga dirasakan pengamat politik Imam B. Prasodjo. "Kalau dimintai komentar soal KPU, saya langsung emosional. Padahal, sebagai pengamat, saya tidak boleh emosional," ujar pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia itu.

Menurut Imam, amburadulnya kinerja KPU disebabkan oleh kesalahan desain yang terjadi sejak awal. "Kesalahan terbesar di KPU, mereka tidak independen," kata Imam. Seharusnya wakil-wakil partai politik tidak duduk sebagai anggota KPU karena mereka jadi berperan sebagai pemain sekaligus sebagai wasit. "Itu tidak masuk akal. Akan banyak vested interest," ujarnya. Dengan kesalahan struktural seperti sekarang, menurut Imam, sebaik apa pun orang yang masuk ke KPU pasti akan sulit berbuat banyak. Itu sebabnya, di negara-negara maju, konflik kepentingan benar-benar dihilangkan.

Lihatlah, Wakil Ketua KPU, Harun Alrasid, memilih mundur dari lembaga yang bertanggung jawab atas seluruh proses penyelenggaraan pemilu itu. Dengan pengunduran dirinya, wakil dari partai kecil (Partai Ummat Islam) itu ingin memberikan contoh kepada partai lain yang juga gagal mendapatkan dua persen kursi DPR--syarat untuk bisa mengikuti pemilu mendatang.

Selain itu, Harun mengaku tidak tahan menyaksikan tingkah laku para koleganya. Ia tidak bisa lagi mengikuti rapat pleno, yang lebih sering membicarakan persoalan partai-partai politik. Padahal, rapat pleno seharusnya tidak membicarakan persoalan partai politik yang merupakan urusan intern mereka. "Jadi, itu harus dibicarakan dalam rapat intern partai mereka sendiri, dong. Mereka tidak sadar bahwa komisi itu bukanlah kendaraan politik, melainkan lembaga yang mempunyai tugas teknis administratif," kata Harun kepada Setiyardi dari TEMPO.

Citra KPU tampaknya sedang menuju titik nadir. Khalayak tak hanya kecewa terhadap kinerja KPU. Responden tak hanya geregetan menyaksikan pertengkaran sesama anggota KPU. Cukup banyak responden yang ternyata juga percaya ada korupsi yang menggerogoti KPU--meskipun tak ada bukti kuat yang mendukungnya. Dengan semua penilaian buruk itu, tak aneh jika lebih banyak responden yang tak percaya KPU akan berhasil menuntaskan pekerjaan mereka.

Sebenarnya, keinginan publik sederhana saja. Nyatanya, mereka masih cukup toleran terhadap anggota KPU yang berasal dari partai gurem. Mereka lebih menginginkan agar yang diganti adalah anggota KPU yang tidak bermutu. Semua itu bermuara pada satu tuntutan terbesar: KPU segera mengumumkan hasil penghitungan suara.

Wicaksono


INFO GRAFIS
Apakah Anda kecewa terhadap kinerja KPU?
Ya59%
Tidak12%
Ragu-ragu29%
Bagi yang menjawab ya, alasan Anda?
Proses penghitungan suara tidak kunjung selesai94%
Banyak anggota KPU yang terlalu mementingkan diri sendiri47%
Adanya korupsi30%
Kerjanya ribut melulu39%
* Responden boleh memilih jawaban lebih dari satu
 
Bagi yang menjawab tidak, alasan Anda?
KPU sudah berhasil menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil45%
Tugas KPU memang berat84%
Penghitungan suara boleh lambat asal akurat42%
Pemilu tahun ini merupakan pengalaman pertama79%
* Responden boleh memilih jawaban lebih dari satu
 
Apa yang harus dilakukan oleh KPU?
Segera mengumumkan hasil penghitungan suara81%
Mengganti anggota yang dianggap tidak bermutu39%
Memecat anggota dari partai yang gagal meraih jumlah kursi minimal16%
Bekerja lebih serius54%
Tidak tahu1%
* Responden boleh memilih jawaban lebih dari satu
 
Apakah Anda percaya ada korupsi di KPU?
Percaya42%
Tidak5%
Tidak tahu44%
 
Apakah Anda yakin KPU akan berhasil melaksanakan tugasnya?
Ya34%
Tidak40%
Tidak tahu25%
 

Metodologi jajak pendapat ini:

Penelitian ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 505 responden di lima wilayah DKI pada 10-12 Juli 1999. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen. Penarikan sampel dikerjakan melalui metode random bertingkat (multi-stages sampling) dengan unit kelurahan, rukun tetangga, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan lewat kombinasi antara wawancara tatap muka dan melalui telepon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus