Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Museum batu bulan

Di belitung ada museum yang menyimpan barang-barang, tombak, keris, keramik, senjata-senjata termasuk bedil sundut. selain itu ada juga batuan khas disebut batu satam, katanya batu jatuh dari bulan.

15 September 1973 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA orang pekerja itu lebih banyak menganggur daripada sibuk menyobek karcis masuk yang harganya cuma Rp 5. Ada atau tidak ada pengunjung penjaga musum UPT Belitung toh harus tetap setia membuka separuh hari di waktu pagi dan sekiar dua jam di sore hari. Tapi museum cilik ini bukanlah museum yang terlantar, seperti kebanyakan museum-museum di daerah. Lantainya cukup bersih - mungkin karena jarang sekali kaki yang melangkah ke sana -- dan barang-barangnya terpelihara dengan baik dan jauh dari debu. Terdiri cuma dari tiga ruangan, rumah kuno dengan singa dan meriam yang terhampar di depannya, cukup menjadi ciri bahwa di situlah letaknya museum. Pengantin Cina. Dua ruangan sendiri berisi barang-barang kuno: tombak, keris, keramik dan beberapa buah meja dan kursi antik. Senjata-senjata -- termasuk juga bedil sundut - sehagian besar barang titipan untuk mengisi ruang museum, dengan menyebutkan siapa pemiliknya. Melihat ini, sudahlah pasti bahwa penduduk pribumi Belitung ala juga yang pernah jadi orang-orang besar semacam Hulubalang yang melangkahkan kakinya sampai ke Palembang atau selat Malaka. Tidak jarang pula ada yang mendapat pedang kehormatan dari Pemerintah Hindia Belanda dulu, sebagai jasa atas keberaniannya. Maklumlah, Belitung telah menghasilkan timah sejak abad 18 Sayangnya, peninggalan asli penduduk Belitung tidak tampak di museum ini. Tentu ini bukan berarti bahwa penduduk asli tidak mempunyai kecakapan apa-apa, tapi yang paling banyak dipajang dalam gedung ini ialah barangbarang yang berasal dari Tiongkok. Keramik dari sana, tempat nasi demikian juga, anyaman bambunya menandakan bahwa itu buatan tanah seberang. Apalagi dengan lemari atau tandu tempat menggotong puteri Cina. Sampai-sampai sepasang baju pengantin yang disimpan di situ adalah baju pengantin Cina. Belitung memang penuh dengan Cina. Di pulau ini, peninggalan yang apik-apik memiliki dua sumber. Satu Belanda yang telah meninggalkan sekian puluh rumah-rumah tuan besar pegawai timah dan kedua, Cina yang diawal abad 20 telah diimpor sebagai kuli-kuli tambang timah. Merka ini - biasanya -- miskin waktu datang dan meninggal dalam keadaan kaya. Buktinya, rumah besar yang kini dijadikan Wisma Ria oleh UPT Belitung, adalah nlmah milik kapten Tionghoa yang bernama Ho A Jum Satam Bilitonit. Yang pasti museum ini memberikan pengetahuan yang lumayan, kalau saja pengunjung mau agak berlama-lama meneliti apa yang di pajang di sana. Sebab di satu bilik yang sebelah kiri, ada dijabarkan di situ bagaimana usaha mencari timah dari waktu ke waktu. Mulai dengan adanya gaya,sumur Palembang - sumur yang diberi kerangka dan ganjal - di abad 18. Maju lagi ke tambang kulit, tambang pompa rantai, di abad 19 dan abad 20 awal, telah dimulai dengan menggunakan tambang timah primer, kapal keruk sampai ke tambang pompa semprot, komplit dengan maket-maketnya. Paling tidak, museum ini secara awami menjelaskan bahwa batu pasir, batu lempung dan granit yang bercampur jutaan tahun yang lalu, telah memberikan hasil yang hillgga kini belum juga habis-habisnya digali: timah. Konon pulau ini dulu adalah daratan yang mempunyai gunung api di atas dan di bawah lautan. Dari kepundannya mengalirkan lava dan tuva. Melihat kondisi daratan yang khas demikian Belitung pun lantas bisa menghasilkan batu-batuan khas. Yaitu batu satam yang mempunyai warna hitam mengkilat yang diperkirakan adalah campuran mangaan. Katanya batu ini telah jatuh ke bumi setengah juta tahun yang lalu dari ruang angkasa. Ketika Presiden Nixon kemari, penjaga stand Departemen Pertambangan juga pernah memamerkan bahwa Indonesia sejak dulu sudah memiliki batu bulan. Satam inilah, yang menurut kepercayaan katanya bisa mencegah sergapan binatang buas. Batu hitam yang biasa juga disebut tektit ini memang jarang didapat. Sementara ini cuma ada beberapa tempat yang tanahnya bisa ditemukan tektit: dekat Sala, di Saudi Arabia,. Australia dan Cekoslowakia. Museum ini memang hanya sesekali dikunjungi oleh orang luar Belitung. Sementara anak-anak kecil dari pulau ini lebih tertarik pada binatang-binatang yang dikebunkan yang ada di belakang museum. Tentu mereka tidak membayar, sebab pagar yang bolong melompong mengundang siapa saja untuk masuk secara nyelonong.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus