Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Dari Redaksi

Naik haji

Ahmad dja'far busiri,36,koresponden tempo di kairo meliput musibah di terowongan mina.ditulis sebagai laporan utama oleh yulizar kasiri,bambang bujono, dll. dilengkapi dengan laporan wartawan tempo.

14 Juli 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENIN pagi pekan lalu, Ahmad Dia'far Bushiri, 36 tahun, koresponden TEMPO di Kairo, sedang melakukan tawaf mengelilingi Ka'bah di Masjidil Haram Mekah. Tiba-tiba suasana religius dan khusyuk itu terganggu, ketika beberapa jemaah yang sama-sama tawaf membawa berita bahwa di Mina, cuma terpaut sekitar 5 km dari "Rumah Allah" itu tengah terjadi musibah. Musibah itulah yang menyebabkan 1.600 jemaah haji meninggal dunia di antaranya 562 orang berasal dari Indonesia -- sejumlah lainnya cedera dan dirawat di rumah sakit. Para korban berjatuhan karena berdesakan di sebuah terowongan sepanjang 600 meter (lebar 15 meter dan tingginya 9 meter), yang menghubungkan perkemahan jemaah haji Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia) dan Turki dengan Jumratul Aqaba, tempat upacara melemparkan batu di Mina. Mendengar berita itu, Dja'far bergegas menuju tempat musibah. Ia masih mengenakan pakaian ihram, tapi nalurinya sebagai wartawan memaksanya harus segera ke sana. Maka, Dja'far sempat menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana para petugas mengangkati mayat dan orang-orang yang terluka parah karena terinjak-injak, dari mulut terowongan itu. Dari sana, Dja'far bergegas kembali ke Masjidil Haram meneruskan tawaf. Tapi malam harinya ia harus pergi lagi ke tempat musibah untuk meneruskan tugasnya: membuat reportase sesuai dengan permintaan TEMPO dari Jakarta. Sejak itu pula, sampai Senin pekan ini, Dja'far terus meliput peristiwa yang memilukan ini: mewawancarai sejumlah saksi mata, serta para pejabat dan lembaga yang berkaitan dengan haji. Ia, misalnya, mengadakan wawancara dengan Salim Hariri, Direktur Lembaga Riset Haji Universitas Ummul Quran, Mekah. Sementara itu, tugasnya terpenting sebagai "tamu Allah" di tanah suci itu tetap ia rampungkan. Mekah memang bukan kota asing bagi Ahmad Dja'far Bushiri. Sebab, ia telah empat kali menunaikan ibadah haji. Dja'far berasal dari Bangkalan, Madura, Jawa Timur, tapi sejak beberapa tahun ini bermukim di Kairo, Mesir. Ia sedang mengikuti program pascasarjana di Universitas Al-Azhar. "Insya Allah satu setengah tahun lagi studi saya selesai," kata Dja'far. Di sela-sela kesibukan kuliahnya, sejak tiga tahun yang lalu, Dja'far masih sempat menjadi koresponden TEMPO. Laporannya dari Mekah kali ini, dilengkapi oleh laporan para wartawan TEMPO di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan, ditulis bersama-sama oleh Yulizar Kasiri, Budiman S. Hartoyo, Priyono B. Sumbogo, dan Bambang Bujono sebagai Laporan Utama nomor ini. Cuma, Dja'far punya sedikit kesulitan dalam mengirimkan laporannya ke Jakarta. Ada ketentuan di sana, agar setiap tulisan atau pesan yang dikirim-kan melalui fasilitas telekomunikasi umum harus diterjemahkan dulu ke bahasa Arab, sehingga bisa diteliti oleh petugas. "Mungkin itu menyangkut kebijaksanaan umum yang berlaku di neger ini," kata Dja'far.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus