BERBAGAI penggerebekan yang dilakukan ABRI mulai mempersempit ruang gerak GPK (gerombolan pengacau keamanan) di pesisir timur Aceh. Misalnya Yusuf A.B., orang penting GPK. Minggu pagi pekan silam disergap satuan ABRI di kawasan Matang Seujuk, Kecamatan Baktiya, Kabupaten Aceh Utara. Ketika itu Yusuf, yang mentabalkan dirinya "Gubernur Wilayah Pasai", bersembunyi di sebuah gubuk berdinding papan dan atap nipah yang berfungsi sebagai kantornya, di tengah hutan. Saat petugas mengepung gubuk itu, "gubernur" yang ditemani dua pengawalnya sedang tertidur. Agaknya, mereka baru terjaga setelah pasukan ABRI meneriakkan aba-aba agar mereka menyerahkan diri. Tapi tawaran itu dijawab dengan beberapa kali tembakan senjata api dari dalam gubuk. Terjadilah kontak senjata. Hasilnya, Yusuf tewas. Sebutir peluru merobek lehernya, dan dua butir yang lain terbenam di dadanya. Seorang anak buahnya tertangkap hidup-hidup, sedangkan seorang lagi berhasil lari ke tengah hutan. Dari dalam gubuk, petugas menyita sepucuk senjata api serta sejumlah dokumen. Di antaranya terdapat notulen-notulen rapat yang diketik rapi di kertas dan tersimpan dalam laci sebuah meja, satu-satunya mebel dalam gubuk itu. Sebelumnya, 6 Juni silam, pasukan ABRI mencium persembunyian anggota GPK di Desa Alue Baurawe, Kecamatan Langsa, Kabupaten Aceh Timur. Ketika hari itu dilakukan penggerebekan, anggota GPK yang bersembunyi di sebuah rumah di desa itu memberikan perlawanan. Akibatnya, Yunus, anggota GPK yang berasal dari Simpang Ulim ini, tewas tertembak. Sedangkan lima temannya di rumah itu ditangkap. Seorang di antaranya adalah Syafii, Kepala Desa Alue Baurawe. Dari rumah itu disita sepucuk senjata api laras pendek beserta sejumlah peluru, sebuah kapak, serta sejumlah dokumen berupa surat-surat ancaman. Seperti diketahui, GPK sering menyebarkan selebaran gelap yang isinya meneror penduduk. Selembar surat ancaman itu ditemukan tertempel di pohon kayu di tepi jalan raya yang tak jauh dari Kota Lhokseumawe, berisi seruan kepada masyarakat agar jangan membantu aparat keamanan. Bila seruan dilanggar, berarti akan ada ganjaran dari kelompok teror ini. Benkutnya, 30 Juni lalu, petugas ABRI berhasil pula menangkap T. Iskandar, penduduk Sungai Lueng, Kecamatan Langsa, Aceh Timur. Ia juga disebut sebagai gembong GPK. Dari Iskandar disita sepucuk senjata api beserta lima butir peluru. Menurut sumber TEMPO, GPK di Aceh terbelah dalam dua kelompok yang belakangan ini semakin tak akur. Satu kelompok lebih lunak dipimpin oleh Yusuf A.B. Dan kelompok yang satu lagi dipimpin Yusuf Ali, yang menyebut dirinya "Panglima Komando Wilayah Pasai". Kelompok ini, menurut sumber tersebut, "amat keras". Diduga merekalah yang mendalangi pelbagai teror serta pembunuhan yang terjadi selama ini di dua kabupaten, Aceh Timur dan Aceh Utara. Konon, dalam kelompok ini bergabung tokoh GPK yang kejam, Robert alias Surya Dharma, dan Timbul S. Keduanya bekas prajurit satu (pratu.) ABRI yang dipecat karena melakukan berbagai kejahatan kriminal. Karena dia sering melakukan pembunuhan, menurut sumber itu, sehingga mendengar nama Robert, sementara penduduk yang tinggal di desa-desa terpencil disebut takut. Makanya, nama Robert ditonjol-tonjolkan ke luar oleh kelompok Yusuf Ali. Dengan cara tembak dan lari (hit and run), GPK memang bisa mengganggu rasa aman penduduk. Contohnya, penembakan yang mereka lakukan pada 29 Juni lalu terhadap minibis PTP V Krueng Passe di Aceh Utara. Minibis yang antara lain membawa karyawan perkebunan itu dicegat segerombolan orang bersenjata api ketika melintasi hutan sepi dalam perjalanan dari Lhokseumawe menuju perkebunan Krueng Passe. Lalu penumpang mobil itu diberondong dengan tembakan senjata api, sehingga 7 orang meninggal dunia. Selebihnya, di kabupaten lain di Aceh ternyata aman-aman saja. Itu bisa dilihat ketika Pangab Jenderal Try Sutrisno mengadakan salat Idul Adha, 2 Juli lalu, di Lokseumawe -- ibu kota Kabupaten Aceh Utara. Bahkan seusai salat, Jenderal Try sempat menyambut jabat tangan dari masyarakat yang mengerubutinya di Lapangan Hirag itu. Pada malam takbiran, sehari sebelumnya, kota pusat industri di Aceh ini diguyur hujan lebat. Tapi arakan takbir keliling kota tetap dilakukan dengan menggunakan sekitar 75 bis. Arak-arakan memang tak seramai tahun-tahun sebelumnya. "Tapi itu karena hujan," ujar Jailani, Ketua Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Aceh Utara. Pagi harinya, Lapangan Hirag yang luasnya 150 meter kali 150 meter itu dipenuhi 15.000-an jemaah. Di antara mereka, selain hadir Jenderal Try Sutrisno dan Kapolri Jenderal Mohammad Sanusi, juga Gubernur Aceh Ibrahim Hasan, yang menjadi khatib dalam salat ini. Ketika di sana, Jenderal Try mengingatkan masyarakat tentang besarnya pengorbanan yang diberikan para pahlawan terdahulu untuk mencapai kemerdekaan. Karena itu, ia mengajak masyarakat agar mengisi kemerdekaan ini dengan melaksanakan pembangunan secara ikhlas. "Akhirnya nanti, insya Allah seluruh masyarakat dan rakyat Indonesia akan mengenyam hasil pembangunan," ujarnya. Bagai menyiram air sejuk, Try menyerukan, "Upaya pembangunan yang dilaksanakan dengan itikad dan niat yang baik, insya Allah, diridhai Allah." Kemudian, seperti seorang mubalig, jenderal ini berkata lagi, "Sekecil apa pun unsur yang berusaha merusak, mengoyak, dan merobek persatuan dan kesatuan kita, apalagi untuk menghambat dan menggagalkan pembangunan, pasti akan mendapat azab yang dahsyat dari Allah Subhanahuwataala." Amran Nasution, Sarluhut Napitupulu, Irwan E. Siregar, Mukhlizardi Mukhtar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini