Beberapa pekan terakhir ini, berbagai media massa, baik harian maupun mingguan, ramai memberitakan Darul Arqam. Nama Darul Arqam semakin mencuat ke permukaan, terutama setelah Majelis Ulama Bukittinggi menilai kelompok ini mengembangkan syirik, bid'ah, dan khurafat. Menurut pemantauan saya, pada hakikatnya yang jadi keberatan MUI Bukittinggi terletak pada soal ibadah Arqam, yang dinilai mengembangkan syirik, bid'ah, khurafat. Kemudian berkembang kepada masalah-masalah khilafiyah, antara lain tawasul. Menurut Prof. Ibrahim Hosen, berdoa dengan Tawasul adalah syirik. Saya tidak setuju dengan fatwa mensyirikkan mereka yang berdoa dengan tawasul, yang bersumber kepada ajaran Ibnu Taimiyah. Kalau saya tidak keliru, seluruh mereka yang mengamalkan tarekat yang muktabarah, seperti Naqsyabandyah, Qadariyah, Syazaliyah, dan lain-lain, semuanya berdoa dengan tawasul. Ini dibenarkan oleh mazhab Ahlussunnah Wal Jama'ah, yang dianut sebagian besar kaum muslimin Indonesia. Benarkah air keruh telah mengalir ke Bukittinggi? Padahal, selama ini, soal-soal yang menyangkut khilafiyah tidak lagi dipersoalkan. Silakan melaksanakan ibadah, apakah menurut mazhab Syafi'i, Hambali, ataupun menurut ajaran Muhammad Abd. Wahab. Mengenai buku Aurad Muhammadiyah apakah menyimpang, belum pernah diuji secara terbuka, juga belum dipertimbangkan oleh ulama-ulama kita, khususnya ulama-ulama tasauf. Kalau memang menyimpang, usaha kita yang pertama adalah berlaku jujur dan bertindak bijaksana. Sebaiknya kita cari jalan yang lebih baik, agar mereka (pengikut Darul Arqam) mempelajari ajaran yang benar, kalaulah memang ajaran mereka dianggap salah. Karena mengajak manusia kepada jalan kebenaran harus dengan hikmah, bukan dengan kekerasan. Hal ini sesuai dengan petunjuk Quran (Surat An Nahl ayat 125): "Ajaklah manusia itu kepada jalan Allah dengan cara baik, bahwa Allah Ta'ala mengetahui siapa di antara hambanya yang telah sesat, dan Dia juga yang lebih tahu siapa yang dapat petunjuk." Kalau kita hendak berlaku jujur dan bertindak bijaksana, nampaknya kurang etis kalau harus melarang kegiatan-kegiatan Darul Arqam hanya berdasarkan penilaian kepada buku Aurad Muhammadiyah. Kalau memang Aurad Muhammadiyah dinilai merupakan sumber ajaran yang sesat dan menyesatkan, maka seharusnya buku itu dipertimbangkan untuk dicabut dan bukan menghentikan kegiatan-kegiatan Darul Arqam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini