Memang tragis nasib buruh jermal (tempat penangkapan ikan) di kawasan perairan pantai timur Sumatera Utara. Belum lagi tuntas kasus ribuan buruh anak dieksploitasi secara tidak manusiawi pada jermal di Tanjungbalai, dan kasus penculikan buruh anak (Roy, Minus, dan Lungguk), kini muncul berita di media massa di Medan, 10 Januari 1994. Kedua koran tersebut memberitakan, dua buruh jermal terapung- apung di Selat Malaka. Hendri Hasibuan (18 tahun) dan Pandi Nainggolan (17 tahun), demikian nama kedua buruh tersebut, nekat melarikan diri dari jermal, menembus lautan Selat Malaka karena tidak tahan beban perbudakan di jermal "Hai Hong", tempat mereka bekerja. Lembaga Advokasi Anak Indonesia Pusat (LAAI-Pusat) memprihatinkan problem anak dan buruh anak ini. 1. LAAI-Pusat merasa prihatin atas perlakuan tidak manusiawi terhadap buruh jermal di kawasan perairan pantai timur Sumatera Utara. Peristiwa Hendri Hasibuan dan Pandi Nainggolan tersebut menguatkan fakta yang ditemukan oleh tim investigasi LAAI-Pusat bahwa benar terjadi sistem perbudakan yang tak berperi kemanusiaan dan pelanggaran hukum perburuhan pada jermal-jermal di kawasan tersebut. 2. LAAI-Pusat, sekali lagi, meminta kepada Kanwil Depnaker Tingkat I Sumatera Utara, Lantamal I Belawan, Kapoldasu, dan instansi terkait lainnya agar segera menindak oknum pengusaha jermal dan segera menyeretnya ke pengadilan, seperti yang pernah dijanjikan Kepala Kanwil Depnaker Tingkat I Sumatera Utara dalam kasus buruh anak jermal Tanjungbalai. 3. LAAI-Pusat siap mendampingi Hendri dan Pandi dan membela hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia dan hak-haknya menurut ketentuan hukum yang berlaku.MOHAMMAD JONI, S.H. ERWINTA SIREGAR, S.H. Lembaga Advokat Anak IndonesiaPusat (LAAI-Pusat) Jalan Sutomo 6 Lantai III Medan 20231
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini