Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Para Pencari Suaka

Menangani pengungsi dari negara lain selalu dilematis, seperti yang dihadapi pemerintah Indonesia kini akibat kedatangan pengungsi dari negara-negara konflik.

27 Juli 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya menyangkut kemanusiaan, masalah ini juga terkait dengan aspek politik, sosial, atau kemampuan ekonomi negara yang menampungnya. Kedutaan Besar Swedia di Jakarta kewalahan ketika menangani tiga pemuda asal Timor Timur pada masa Orde Baru. Ketiganya tengah diburu tentara karena diduga mendukung gerakan separatis. Majalah Tempo mengulas kejadian itu lewat artikel berjudul “Dijamin Aman, Kok”.

Begitu keluar dari pintu kantor Kedutaan Besar Swedia, Mayor Jen-deral A.M. Hendropriyono terse-nyum cerah. “Semua sudah selesai dengan baik. Mereka saya jamin aman,’’ kata Panglima Komando Daerah Militer Jaya itu. Yang dimaksud Hendro adalah tiga pemuda Timor Timur yang sudah sembilan hari bertahan mencari suaka politik di ruang tunggu kedutaan yang terletak di kawasan perkantoran Jalan Rasuna Said, Jakarta, tersebut. Mereka adalah Florencio Anunciacio Fernandes, Jose Manuel de Oliveira Sousa, dan Profirio da Costa Oliveira. Walaupun sudah angkat kaki dari Kedutaan Besar Swedia sejak Jumat pekan lalu, ketiganya masih menganggap persoalan belum selesai.

Memang benar, ada jaminan keamanan yang tertuang dalam surat pernyataan berbahasa Inggris dan Indonesia tertanggal 2 Juli 1993. Pernyataan itu diteken Hendro-priyono; sesepuh masyarakat Timor Timur, Lopes da Cruz; aktivis hak asasi manusia, H.J.C. Princen; Kuasa Usaha Kedutaan Besar Swedia Anders Stohr; dan tiga pemuda tersebut. Disebutkan bahwa ketiga pencari suaka itu meninggalkan kantor Kedutaan Swedia atas kemauan sendiri. Pemerintah Indonesia tak akan menuntut, mengancam, atau memeriksa atas aksi mereka memasuki Kedutaan Swedia dan tindakannya pada masa lalu. Mereka juga bebas mengontak Kedutaan Swedia dan Princen terkait dengan pelaksanaan perjanjian itu.

“Tapi kami belum tenang. Gerak-gerik kami serasa selalu diawasi,’’ tutur Florencio, salah seorang pencari suaka. Maka ketiganya masih bertekad pergi ke Portugal. Negara itu, melalui Menteri Luar Negeri Jose Manuel Durao, memang menjanjikan tiket dan paspor. Pihak yang akan mereka mintai tolong mengurus kepergian ke Portugal adalah Palang Merah Internasional. Mereka akan menemui perwakilan lembaga itu di Jakarta. Sejak 1979, lembaga itu sudah berhasil menyatukan 1.500 orang yang terpisah dari keluarganya. Tapi bolehkah mereka pergi? Hendro memang tak menjawab jelas. “Mereka orang biasa. Ada prosedur yang harus mereka lewati untuk ke luar negeri,’’ katanya.

Kini ruang tunggu Kedutaan Swedia normal kembali. “Staf kami kini bisa tidur dengan tenang,’’ ujar Staffan Bjorck, juru bicara Kementerian Luar Negeri Swedia di Stokholm, kepada Tempo. Selama ini pihaknya memang repot. Selain mengerahkan tiga anggota staf lokal untuk “tamu’’ itu, Kedutaan terpaksa mengungsikan tempat pengurusan visa ke Kedutaan Besar Denmark. Kedutaan Besar Finlandia mengalami kasus serupa. Bedanya, empat pemuda yang meminta suaka ke sana hanya bertahan sehari. Kini keempatnya tinggal di rumah Lopes da Cruz. Akhir kisah, ketiga pemuda itu meninggalkan Kedutaan Swedia karena memang tak punya pilihan lain. Permohonan suaka ke Swedia ditolak, dan mereka diminta cepat-cepat meninggalkan kedutaan itu.

Kesulitan mereka bertambah karena komisi pengungsi Perseri-katan Bangsa-Bangsa (United Na-tions High Commissioner for Refugees) juga menyatakan tidak bisa membantu ketiga pemohon suaka itu. Maka mereka mengirim laporan yang ditulis dengan tangan ke Organisasi Hak Asasi Manusia di London bahwa keadaan mereka memprihatinkan. Semua pihak, termasuk Kedutaan Swedia, tulis mereka, mendesak mereka menghentikan usaha mencari suaka politik itu. Mengapa sampai sembilan hari bertahan? “Kami harus yakin, setelah keluar dari sini, keamanan tetap terjaga dan ada jalan keluar dari Indonesia,’’ kata Florencio ketika masih bertahan. Selasa pekan lalu, datang seorang mediator yang mau membantunya ke Palang Merah Internasional agar bisa bertolak ke Portugal. Dan itu, tampaknya, baru bisa diurus setelah mereka keluar dari Kedutaan Swedia.

 


 

Artikel lengkap terdapat dalam Tempo edisi  10 Juli 1993. Dapatkan arsip digitalnya di:

https://majalah.tempo.co/edisi/1160/1993-07-10

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus