Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENANGKAPAN aktris Nia Ramadhani serta suaminya, Anindra Ardiansyah Bakrie, yang mengonsumsi narkotik jenis sabu-sabu pada Rabu, 7 Juli lalu, menambah panjang daftar kasus peredaran narkotik di kalangan pesohor. Sebelum kasus yang menjerat Nia dan anak bungsu konglomerat Aburizal Bakrie itu, banyak pesohor yang ditangkap karena mengonsumsi obat terlarang tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bulan lalu, polisi menangkap Erdian Aji Prihartanto alias Anji karena kedapatan menyimpan ganja. Selain Anji, aktor Dwi Sasono, Raffi Ahmad, serta Tora Sudiro pernah berurusan dengan aparat hukum karena penyalahgunaan narkotik. Sama seperti Nia dan Ardi—panggilan akrab Anindra Ardiansyah Bakrie—para pesohor itu tak dibui tapi direkomendasikan menjalani rehabilitasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak era Orde Baru peredaran narkotik di kalangan pesohor sudah marak. Artikel majalah Tempo edisi 29 Januari 1994 berjudul "Obat Bius Mendongkrak Nama Tenar" mengulas bagaimana kedekatan para pesohor dan seniman dengan narkotik. Berikut ini isi artikelnya.
Isu kaitan Ria Irawan dan obat bius makin gencar. Namun Ria tetap membisu seribu bahasa kepada wartawan. Sebab, kabarnya ada kode etik di antara para pemakai obat bius untuk tidak sembarangan membuka mulut. Bahkan, kepada polisi yang memeriksanya berulang-ulang, Ria masih memberi keterangan yang serba remang-remang.
Baru belakangan tersingkap sedikit pada malam sebelum Rifardi Sukarno Putro tewas di rumah Ria, ia mengaku dirinya fly alias teler. Rahasia ini tersibak karena polisi menemukan empat kapsul—jenis obat terlarang yang tak beredar di Indonesia. Harganya ditaksir Rp 90 ribu per butir. Jenisnya masih diteliti di Laboratorium Kriminal Markas Besar Kepolisian RI.
Dari sebuah sumber, diperoleh gambaran bahwa obat itu adalah Ecstasy, yang populer di kalangan jetset. Dalam pesta-pesta, jenis obat perangsang ini sering diminum. Tujuannya adalah mencapai efek gembira. Jenisnya ada tiga, yang berlainan warna sesuai dengan fungsinya. Di antaranya sebagai perangsang nafsu seks.
Urusan obat bius di kalangan artis memang bukan cerita baru. Rocker kondang asal Bandung, Deddy Stanzah, 45 tahun, mengakuinya. Kalau mau jujur, katanya, kebiasaan itu bukan hanya milik artis. “Cuma karena artis menjadi public figure, pers ramai memberitakannya,” tutur ayah dua anak yang sudah insaf dari teler sejak empat tahun lalu itu.
Dulu, di zaman gila-gilaan, sehari dia tidak ngobat, seluruh badannya terasa lemas dan pegal. Deddy pernah menukar sekoper baju manggungnya yang kerlap-kerlip dengan heroin. “Kalau ditanya sudah stadium mana, saya seharusnya sudah mati,” katanya, kemudian tertawa.
Ternyata Deddy masih hidup, sehat kembali, dan dapat menjelaskan motif artis bermain obat bius. “Ya, untuk meraih ketenaran, terutama bagi para pemula. Ada rasa senang kalau dipuja. Artis pun sadar akan dicaci jika salah. Jadi, untuk menutupi kelemahan itu, ya, memakai obat-obat terlarang,” ucap Deddy.
Deddy mengaku pernah meminum ekstasi yang harga sebutirnya bisa Rp 150 ribu. “Wah, rasanya kita jadi bijaksana sekali,” ujarnya. Dilukiskannya, ia rasanya tampil bagai sosok sempurna. Selain penyanyi dan bintang film, ternyata pelukis juga ada yang akrab dengan obat bius. “Ya, untuk merangsang imajinasi,” tutur Kuseindra Hadi di Bali.
Dengan bantuan heroin, menurut pelukis surealis berusia 33 tahun ini, alam bawah sadarnya jadi mencuat. Sekian lama aman-aman saja, tapi pada suatu siang ia ditangkap polisi di dekat Gelael Dewata, Kuta, Bali. Musababnya, Kuseindra naik sepeda motor tanpa helm. Saat surat tanda nomor kendaraannya diperiksa, terselip 6 gram heroin. Ia tak berkutik. Ganjarannya penjara 2 tahun 6 bulan.
Kuseindra mulai terjerat narkotik itu di luar negeri. Kebiasaan itu dibawanya ke Bali, yang dijuluki sebagai sarang transaksi obat bius teramai di Indonesia. Misalnya, lima tahun terakhir narkotik yang disita mencapai 26 kilogram: heroin hampir 10 kilogram, ganja 7,5 kilogram, dan kokain 500 gram. Ada dugaan, pil di rumah Ria dipasok dari Bali.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo