SULTAN Kanoman Haji Mohammad Nurus hari itu mengenakan baju
salur, berkain sarung dan di kepalanya ada blangkon Cirebonan.
Ratusan orang di sekelilingnya sedikit demi sedikit maju ke
depan ke hadapannya. Kemudian membungkukkan tubuh mereka tanda
memberi hormat, bahkan ada juga yang menghaturkan sembah,
kemudian menyalami dan mencium tangan Sultan untuk meminta
berkah. Mengharapkan restu. Sultan tidak berbicara apa-apa, cuma
bibirnya tampak berkomat-kamit sedikit dan kepalanya mengangguk
sedikit.
Hari Maulud adalah hari terbuka bagi masyarakat ramai untuk
beranjangsana dengan Sultan. Begitu banyaknya orang yang meminta
restu kepada Sultan, hingga Haji Mohammad Nurus yang telah tua
itu harus beristirahat setiap satu jam. Ketika beliau mengaso,
rakyat dengan sabar pula menunggu gilirannya. Antri. Dan pendopo
"jinem", demikian pula anak tangga dan pelataran kraton Cirebon,
tetap saja penuh.
Upacara Pelal
Mauludan tahun ini memang betul berada di puncak keramaian. Jauh
lebih dari tahun-tahun kemarin. Bahkan perayaan Maulud yang ada
di Yogya dan Cirebon hampir-hampir bisa menyaingi upacara
kremasi di Bali untuk almarhum Cokorde Gede Agung Sukawati yang
pernah jadi raja di Ubud. Karena tahun Dal? Mungkin.
Untuk Mauludan di Yogya, kali ini ada yang istimewa. Mauludan
yang juga biasa disebut Sekatenan itu, tahun ini dihadiri pula
oleh Buya Hamka dan beberapa orang dari pengurus pusat Majelis
Ulama Indonesia lainnya. Di Yogya, mereka mengadakan diskusi
tentang arti Sekaten. Dan ini adalah yang pertama kalinya
terjadi.
Tapi tentu bukan karena Hamka bila beberapa hari menjelang 9
Pebruari, sulit sekali mencari karcis keretaapi untuk jurusan
Yogya. Bahkan di hari Kamis sore, 8 Pebruari, penuh sesaknya
orang yang pergi ke-Sala atau Yogya hampir seramai Lebaran. Pagi
hari tanggal 9 Pebruari, Yogya macet total. Di Cirebon begitu
pula. Hotel-hotel di kota itu panen tamu. Harga satu malam untuk
satu kamar Rp 12.500 pun jadi, asal ada kamar. Sebab banyak yang
tidak mendapat tempat di hotel dan mereka cukup puas bisa tidur
di mobil atau emperan toko-toko sepanjang jalan Karanggetas
sampai Pasuketan.
Pusat upacaranya sendiri berada di kraton Kanoman dan Kesepuhan.
Tetapi makam Sunan Gunungjati yang letaknya 5 Km sebelah utara
Cirebon juga tidak kalah ramai.
Ong Tin Nio
Perayaan Maulud -- hari lahir Nabi Mohammad -- di Cirebon
disebut "pelal". Karena tahun ini tepat pula jatuh pada hari
Jum'at Kliwon, pengunjungnya jadi berlipat ganda. Karena mereka
percaya, berziarah dan berdoa di makam Syeh Syarif Hidayatullah
atau Sunan Gunungjati di malam Jum'at Kliwon akan mendapat
berkah yang berlipat ganda kalau dibandingkan dengan malam biasa
lainnya. Tahlilan kali ini dimulai ketika matahari mulai tidur
sampai matahari memancarkan lagi sinarnya. Hujan gerimis yang
membasahi kompleks makam tidak diacuhkan.
Semakin dekat ke tempat makam, keramaian berubah jadi hiruk
pikuk. Belum lagi ramainya orang berjualan kembang, kemenyan,
hio, dupa dan beberapa jenis makanan untuk sesajen. Hio
dikhususkan bagi pengunjung yang berasal dari Tiongkok, karena
mereka juga percaya bahwa Sunan Gunungjati mempunyai seorang
isteri Puteri Cina yang bernama Ong Tin Nio.
Penduduk setempat tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Karena di
hampir tiap mulut pintu makam yang jumlahnya ada 9 buah itu,
telah berkumpul sekitar 5 sampai 6 orang yang kerjanya
meminta-minta (sambil setengah memaksa) dengan ucapan: "Sedekah,
Pak. Supaya terkabul!". Tentu dirogohlah kantong untuk
menghindari sumpah dan kutuk dari para "penjaga pintu".
Keramaian di alun-alun kraton Kesepuhan dan Kanoman sama seperti
di Yogya. Sejak awal Pebruari ini, pihak kraton telah memberikan
kesempatan bagi para pedagang yang akan berualan di sana.
Seorang pedagang kerajinan tangan asal Sala mengaku telah
menyewa Rp 240.000 untuk kios yang luasnya 12 x 6 meter selama
10 hari. Di tanah kraton itu ada diperkirakan 150 pedagang yang
menggelar rejekinya di situ. Di alun-alun, telah penuh oleh
berbagai macam pedagang termasuk juga "kumidi puter".
Barzanji
"Semua upacara ini tidak dapat biaya dari Pemerintah," ujar
Pangeran Raja Muda Jalaludin, sang putera mahkota. Tambahnya
lagi: "Upacara semacam ini berasal dari rakyat dan kami yang
menyelenggarakan untuk rakyat." Karena inilah, sewa kios atau
tanah untuk berdagang di tanah kraton berarti sumbangan
masyarakat untuk kraton.
Di hari besar Maulud itu pula, kraton dibuka pintunya untuk bisa
dilongok oleh masyarakat ramai. Agar tidak masuk dengan
cuma-cuma, ditariklah Rp 100 per kepala yang ingin melihat-lihat
sebagian dari isi kraton Cirebon. Antara lain bisa dilihat
koleksi kereta kerajaan yang bernama Paksi Naga Liman (berupa
gambar ular dan gajah), Singa Barong (yang banyak diabadikan di
batik oleh Iwan Tirta), berbagai bentuk keris, meriam di zaman
Portugis sampai kotak perhiasan (yang tidak ada perhiasannya
lagi!) yang berasal dari Tiongkok.
Puncak dari segala upacara yang ada di seputar kraton ketika
"pelal". Yaitu di saat jam 20.00 tiba, di waktu bendabenda
keramat milik kraton Kesepuhan diarak keluar kraton dan dibawa
ke mesjid. Sementara itu, pusaka kraton Kanoman diarak ke mesjid
satu jam kemudian. Di mesjid kraton sendiri, sejak Maghrib
jemaah sudah mengadakan "barzanji" untuk mengadakan selamatan
menyambut hari lahir Nabi. Upacara "pelal" usai menjelang jam
24.00 malam, yaitu ketika semua benda-benda pusaka itu dibawa
kembali ke kraton. Tradisi semacam ini selalu berlangsung setiap
tahun sejak puluhan tahun yang lalu. Cuma tahun inilah yang
dianggap menonjol, paling tidak dari segi banyaknya pengunjung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini