Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Klinik sutradara

Dalam festival teater remaja sejakarta yang ke vi berakhir tgl 2 feb 1979 terpilih 4 grup terbaik dan 5 grup lumayan. pertemuan sutradara remaja pada tgl 10-18 feb 1979 di taman impian jaya ancol. (ter)

24 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FESTIVAL Teater Remaja se-Jakarta yang ke VI, berakhir tanggal 2 Pebruari ini. Meskipun para juri merasa mutunya mundur, toh terpilih juga 4 buah grup terbaik. Teater Rama (I), Teater Luka dan Art Study Grup (II), Teater Stage Men (III). Di samping itu terpilih 5 buah grup yang dianggap lumayan, sehingga total jenderal ada 9 buah grup yang dianjurkan untuk dibina. Pembinaan dilakukan lewat pemberian uang subsidi sebesar Rp 300 ribu, untuk biaya 4 kali pementasan (satu naskah) di Gelanggang Remaja. Seorang sutradara remaja mensinyalir uang itu sebagai tujuan utama darl peserta festival. Sulit untuk dipungkiri adanya beberapa sutradara yang telah memanfaatkan uang subsidi untuk kepentingan pribadi. Akibatnya, bukan hanya mutu yang rawan tapi juga rumah tangga grup gawat. Bintang Film Dinas Kebudayaan DKI Jakarta yang mengambil alih kegiatan Festival dari tangan Dewan Kesenian, sejak tahun lalu, untungnya mendusin. Untuk mengacunkan lagi mutu dan menyehatkan kehidupan grup, 30 sutradara finalis diajak hadir dalam suatu pertemuan. Di dalam pertemuan -- yang tak beda dengan penataran -- secara intensif sekali para sutradara muda itu diajak berembuk tentang macam-macam masalah yang mereka hadapi. Soal-soal administrasi, artistik, sampai kepada kesulitan-kesulitan pribadi, dibicarakan di sini. Dan salah satu acara pertemuan disebut "klinik". Pertemuan sutradara remaja ini, berlangsung antara tanggal 10 s/d 18 Pebruari. Semua peserta selama acara berlangsung menginap di Hostel di depan Taman Impian Jaya Ancol. Setiap hari mereka didampingi oleh team pembimbing (Pramana, Sihombing, Rudjito, Putu Wijaya, Danarto, Adi Kurdi) yang tidak bertugas sebagai guru, melainkan konsultan, mendengarkan sebanyak-banyaknya pengaduan sutradara muda itu. Mereka juga memperoleh kesempatan berlatih, melakukan observasi kehidupan rakyat jelata dan mempersiapkan nomor-nomor bersama anggota grupnya di Gelanggang masing-masing. Kegiatan akan diakhiri di Teater Arena TIM. Di Sana nanti seluruh sutradara, dibantu oleh beberapa anggota grupnya, menampilkan "tontonan bersama". Selama pertemuan beberapa sutradara menampakkan kesungguhan hati untuk bekerja. Yang ngotot dan ingin menuntut lebih banyak lagi fasilitas, juga ada. Beberapa di antaranya loyo, atau bicara terlalu banyak tanpa isi. Tetapi sikap dan tingkah laku yang kurang perlu akhirnya berubah juga. Pertemuan kemudian menghasilkan dialog terbuka, kadangkala keras, tapi selalu berakhir dengan lucu. Suasana jadi kocak karena para pembimbing tidak menyembunyikan perbedaan mereka terhadap apa yang dinamakan "improvisasi", "interpretasi", "teknik vokal", "keutuhan naskah" dan soal-soal teater yang lain. Para peserta ditimbun dengan berbagai macam informasi. Mereka boleh memilih menurut kebutuhannya. Kalau memang kepingin, baru diarahkan. "Saya tahu bahwa grup kami memang kurang, tetapi kami ingin menjelaskan yang kami menghadapi sejumlah pemain dengan kondlsl sosial yang sangat unik," kata salah seorang sutradara. Ia menerangkan betapa anak-anak muda yang dipimpinnya sebenarnya berasal dari kelas masyarakat bawah, tapi merasa diri mereka kelas menengah. "Kebutuhan mereka berteater sebenarnya disertai keinginan lain yang muluk, misalnya untuk menjadi bintang film," ujarnya Keterangan ini membuat jelas, kenapa pertunjukan grup tersebut buruk sekali. Set dekornya terlalu sederhana, mirip tontonan anak-anak. Sedangkan gaya bermain anggotanya dihiasi suasana berlomba untuk "nampang". Batasan Ekspresi "Kami ingin dibimbing, bukan diberikan uang subsidi untuk kemudian dibiarkan saja mementaskan sendiri," kaa sutradara yang lain. "Kalau festival maunya hanya memberikan hadiah kenapa kami tidak diberikan saja hadiah uang saja langsung?". Seorang sutradara malahan menganjurkan agar festival dilaksanakan dua tahun satu kali. Ini saran bertolak dari kenyataan. Peserta banyak, mutunya yang makin mundur. Yang lain menanyakan sampai di mana batasan ekspresi sutradara dibenarkan. Apakah itu juga termasuk memperbolehkan adanya pemotongan, perubahan, penambahan dan pengaral-an yang menyimpang dari naskah yang digarap. "Apakah para juri punya patokan tertentu dalam soal interpretasi naskah? Ataukah para juri mencoba mengikuti interpretasi sutradara itu sendiri di dalam menilai?" tanya salah seorang sutradara. Para pembimbing yang sebagian besar juri, ternyata tidak memiliki titik tolak yang sama. Ada yang mutlak menganggap naskah sebagai sumber utama, ada yang menerima interpretasi setiap sutradara asal masih ada kaitan dengan nafas naskah. Bahkan ada yang mentolerir titik tolak yang menentang jalan fikiran pengarang naskah, asal semuanya berdasarkan konsep. Macam-macam, memang Dan menimbulkan diskusi menarik. Wawancara dengan beberapa sutradara peserta pertemuan -- menelan lebih dari Rp 2 juta -- menunjukkan kegiatan demikian dinikmati anak-anak muda itu. Ketika diadakan latihan serentak di lima Gelanggang Remaja, tak kurang dari 40 orang sutradara berkumpul di Gelanggang Remaja Bulungan, Jakarta Selatan. Mereka beramai-ramai berlatih di luar dan di dalam gedung. Sampai tengah malam. Separuhnya kemudian tidur di atas panggung dan kursi. Subuh esoknya mereka berlatih lagi di halaman. Boleh jugalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus