Saat ini kita berada dalam era reformasi. Tugas pokok kita adalah menciptakan "Indonesia Baru" yang terbebas dari segala bentuk ketidakadilan yang telah dipraktekkan pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto bersama kroni-kroninya dan Golkar sebagai instrumen politiknya.
Saat ini kita baru berhasil menggulingkan Soeharto. Kroni-kroninya, dengan berbagai instrumen politiknya, masih tetap bertahan dan bahkan tanpa malu-malu ikut menyuarakan reformasi untuk menyelamatkan diri dari tuntutan rakyat yang selama 32 tahun dirampas hak-haknya. Mereka berhasil mendirikan kerajaan Republik Indonesia melalui rekayasa politiknya, yang menghalalkan segala cara, sehingga memperoleh kemenangan telak selama enam pemilihan umum. Karena itu, saya mengingatkan kepada semua kekuatan reformasi dan partai politik yang mulai bersiap-siap mengikuti pemilu bulan Mei 1999 agar mengawasi dengan ketat usaha-usaha Golkar yang ingin mencoba bangkit kembali menggapai kemenangan melalui rekayasa baru.
Kita semua harus sadar dan waspada bahwa anggota-anggota Golkar yang sekarang masih menguasai birokrasi, dari tingkat desa hingga pusat, dan juga sebagian perwira ABRI yang masih ingin mempertahankan dwifungsinya melalui Golkar, tidak tinggal diam. Karena itu, perlu dibentuk tim pengawas pemilu yang mempelajari benar-benar Undang-Undang Politik dan Undang-Undang Pemilu yang disodorkan birokrasi ke DPR, agar tak terdapat celah yang memungkinkan dan memberikan kesempatan kepada Golkar untuk melakukan rekayasa politik baru di era reformasi ini.
Melalui media ini pula saya peringatkan Golkar dan birokrasi agar tidak coba-coba melakukan tipu daya dan bermain curang lagi dalam pemilu mendatang. Sebab, seluruh rakyat Indonesia, dari rakyat biasa hingga kalangan intelektual, ikut mengawasi jalannya pemilu yang akan datang. Golkar seharusnya bersyukur karena tidak dituntut untuk dibubarkan oleh para mahasiswa, cendekiawan, dan seluruh rakyat. Sebab, selama ini Golkar telah melakukan dosa kolektif sejarah, yakni menimbulkan pemerintahan yang status quo selama 32 tahun, yang menyengsarakan rakyat dengan terjadinya krisis ekonomi dan moneter oleh suburnya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dr. H. Saleh Aldjufri
Ketua Lembaga Penerangan dan Laboratorium Islam
Sunan Ampel
Surabaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini