Saya, selaku orang tua terdakwa dan pegawai Pengadilan Negeri Tebingtinggi Deli, merasa cukup prihatin atas penjelasan yang, intinya, merupakan bantahan Bapak Ketua Pengadilan Negeri (TEMPO, 8 Januari, Kontak Pembaca). Isinya mencerminkan sikap beliau yang tidak adil. Saya berani mengatakan demikian karena penjelasan beliau itu bersifat sepihak. Beliau, sampai surat ini dibuat, tidak pernah memeriksa atau meminta keterangan saya selaku bawahannya untuk menanggapi berita Hukum TEMPO, 13 November 1993. Bukankah kewajiban beliau, dalam mencari kebenaran, untuk mengkonfrontasikan saya dengan majelis hakim yang dimaksud? Keadaan ini merupakan bukti, yang saya laporkan kepada Bapak Ketua Mahkamah Agung RI dan instansi lain yang, kemudian, diberitakan TEMPO adalah kenyataan yang tak bisa dimungkiri. Lebih lagi, beliau pernah berkata kepada saya, "Ikhlaskan sajalah uang itu. Anggaplah uang itu hilang dan bukan rezeki Ibu." Maksudnya, uang Rp 3 juta dan Rp 1 juta sebagai titipan jaminan atas enangguhan anak saya. Bukti lain adalah, mengapa Bapak Ketua Pengadilan tidak membantah apa yang diucapkan Neris, S.H., "tetapi sejak dikeluarkan, Dani malah sering tidak hadir dalam persidangan." (TEMPO, 13 November 1993, Hukum). Padahal, beliau pasti tahu dan bisa membaca berita acara persidangan bahwa ucapan Neris itu merupakan manipulasi dari kenyataan. Sebab, terganggunya kelancaran sidang bukan karena Dani tak hadir, melainkan karena ketidakhadiran hakim majelis secara bergantian. Itu bisa dibuktikan. Saya memohon dan berterima kasih sekali bila Bapak Ketua Mahkamah Agung RI berkenan memperhatikan kasus ini guna menegakkan kewibawaan pengadilan.HJ. FARIDA NASUTIONJalan P. Sumatera 58 Tebingtinggi Deli Sumatera Utara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini