Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, apakah tepat mencegah akses ke situs porno dengan memblokir akses Internet BlackBerry?
12-19 Januari 2011 |
||
Ya | ||
36,37% | 343 | |
Tidak | ||
61,4% | 579 | |
Tidak Tahu | ||
2,23% | 21 | |
Total | 100% | 943 |
Ribut-ribut pasca-ultimatum Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring kepada Research In Motion (RIM) berangsur mereda. Pekan lalu, Managing Director RIM Southeast Asia, Gregory Wade, mengaku siap memenuhi semua persyaratan yang ditentukan pemerintah Indonesia. Namun perdebatan perlu-tidaknya pemerintah turun tangan mengurusi konten pornografi di BlackBerry masih menyisakan pro dan kontra. Sebagian besar pembaca Tempo Interaktif (61,4 persen) menilai tindakan Menteri Tifatul berlebihan—kalau tak mau disebut salah sasaran.
Seorang pembaca, Yudistira, menilai upaya gigih Kementerian Komunikasi memberangus pornografi akan sia-sia. ”Akses porno kan tidak cuma dari BlackBerry,” tulisnya. Perdebatan serupa marak di Twitter dan Facebook. Sebagian menilai pemerintah seperti kurang pekerjaan.
Yang menarik ada 36,37 persen responden yang menilai kebijakan Menteri Tifatul sudah pas. Mereka berharap tindakan pemerintah ini konsisten. Satu pembaca mengingatkan bahwa pemblokiran konten pornografi di Internet—yang juga gencar dikampanyekan Tifatul—sampai kini belum tuntas. ”Saya pakai Telkom Speedy, masih bisa buka situs jorok,” kata satu pembaca.
Indikator Pekan Depan Setelah ramai dikritik, pemerintah akhirnya setuju menertibkan kembali suntikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk klub-klub sepak bola profesional. Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah Velix Wanggai dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menegaskan sikap baru itu. Selama ini, gelontoran dana pemerintah lokal boleh disalurkan untuk pembinaan sepak bola. Tapi, di banyak kota dan kabupaten, fulus miliaran rupiah itu malah dipakai klub sepak bola profesional untuk jual-beli pemain dan kepentingan operasional lain. ”Ini harus ditata,” kata Velix dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan gerakan Save Our Soccer di Jakarta, dua pekan lalu. Tapi Velix tak yakin regulasi baru ini bisa diterapkan dalam waktu dekat. ”Butuh setidaknya dua tahun mengevaluasi dan membuat kerangka regulasi pengelolaan dana APBD untuk sepak bola,” katanya. Alasan lain: ada yang khawatir, kalau fulus APBD cepat-cepat dicabut, prestasi sepak bola Indonesia bisa makin menggelepar. Menurut Anda, apakah prestasi sepak bola nasional akan merosot jika klub-klub tidak lagi mendapat dana bantuan dari pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo