SURAT DARI REDAKSI MENCARI ruang kantor ternyata bisa lebih susah dibanding mengejar sumber berita. Apalagi kalau itu terjadi di Tokyo, yang sering dijuluki orang sebagai kota termahal di dunia. Itulah yang dirasakan Seiichi Okawa, 39 tahun, yang mengkoordinasikan kantor biro TEMPO di Tokyo. "Setelah tiga bulan baru saya menemukan kantor yang cocok. Letaknya strategis, dekat dengan sumber-sumber berita penting di Tokyo," kata Okawa-San. Sejak Juni lalu, Okawa terpaksa mencari kantor baru, sebab kantor lamanya di Distrik Shibuya, Tokyo, telah dijual oleh pemiliknya. Kantor baru ini terletak di daerah Shimo-Ochiai, Distrik Shinjuku, yang terkenal sebagai kawasan perdagangan di Tokyo. Ruangan kantor yang menempati gedung perkantoran berlantai 13 itu memang tak terlalu luas, tapi dilengkapi kamar mandi dan WC. Yang menarik, oleh Okawa, ruangan itu disulap mirip suasana kantor di Indonesia. Kursi dan tempat tidurnya terbuat dari rotan yang diimpor dari Indonesia. Seluruh dindingnya dihias kain batik dan tenun ikat. Suasana Indonesia lebih terasa lagi ketika mendengar alunan musik di sana: dangdut. Hampir sepanjang hari Okawa memutar lagu dangdut sambil menikmati rokok kretek kesukaannya. "Sudah lama saya senang dangdut. Sama sukanya dengan kretek Indonesia," ujar ayah dua anak itu. Dibanding kantor lama, kantor baru pilihan Okawa ini jauh lebih strategis. Dari stasiun kereta api Takadanobaba, misalnya, kantor itu bisa dicapai cuma 15 menit jalan kaki. Di daerah itu juga terdapat banyak kampus. Antara lain Universitas Waseda, perguruan tinggi swasta terkemuka di Jepang. "Suasana akademis terasa sekali di sini," ujar Okawa, yang merasa kepindahannya itu bagaikan "pulang kampung". Soalnya, Okawa adalah sarjana ekonomi dari universitas tersebut. Toshiki Kaifu, Perdana Menteri Jepang itu, juga berasal dari Waseda. Untuk memperkenalkan kantor barunya, 21 Juni lalu, Okawa menyelenggarakan selamatan kecil-kecilan. Tak kurang dari 50 tamu hadir pada acara itu. Antara lain Shosuke Kaneyuki, wartawan senior harian Yomiuri, dan Masayuki Kitamura, wartawan kantor berita Kyodo. Kedua wartawan itu sudah mengenal Indonesia karena pernah ditugasi kantornya di Jakarta. Selain itu, hadir pula pengarang terkenal Jepang Fujio Nakano dan sejumlah pejabat KBRI Tokyo. Hajatan ini jadi meriah karena dihibur kaset lagu-lagu dangdut. "Tamu-tamu selalu bilang seolah berada di Indonesia. Soalnya, ada musik dangdut dan bau asap rokok kretek," ujar Okawa senang. Sebelum bergabung dengan kami, Okawa, seperti banyak orang Jepang lainnya, sering melanglang buana ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Ia pernah dikirim sebuah televisi swasta Jepang ke pedalaman Irian Jaya, membuat film dokumenter tentang suku Asmat. Jadi, Indonesia tak asing lagi bagi Okawa. Malah ia begitu lancarnya kalau ngomong dalam bahasa Indonesia. Di depan kantor barunya itu, kini Okawa memasang papan nama "Biro Tokyo TEMPO". "Kamilah perwakilan media massa Indonesia pertama yang memasang papan nama di kota berpenduduk 12 juta jiwa ini," ujar Okawa bangga. Di kantor itu ia dibantu seorang staf, Hiroe Shirahama, 21 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini