Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Permadani dari simpang gambus

Tikar pandan buatan simpang gambus, sum-ut, diekspor ke malaysia. mutu meningkat setelah ahli anyaman dari tasikmalaya mendidik penduduk. hasil lain berupa topi & karpet diekspor ke jepang dan eropa. (ils)

4 Februari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERMADANI Persia memang tidakbisa dlbandingkan dengan permadani tikar made in Simpang Cambus. Tapi hasil anyaman tikar dari kawasan ini, kini mulai dicari orang di Malaysia. Permadani tikar memang lebih nyaman untuk negeri tropis seperti Indonesia atau Malaysia. Asal saja si pemakainya tidak ketubruk masalah gengsi. Simpang Gambus terletak di Kecamatan Limapuluh, Kabupaten Asahan bilangan Sumatera Utara. Luas Kampung Simpang Gambus 883 ha, 450 ha sendiri terdiri dari sawah. Jumlah penduduknya, 6.759 jiwa lebih sedikit, ini kalau tidak kebobolan rencana Keluarga Berencana. Selain bersawah, "70% penduduk bekerja sebagai pengrajin anyaman pandan. Mereka membuat tikar," ujar Ahmad Bahari, Kepala Kampung Simpang Gambus. Bagaikan pagar, Simpang Gambus dikelilingi oleh perkebunan karet milik pemerintah dan swasta. Tapi penduduk enggan untuk jadi buruh onderneming di perkebunan tersebut. Motto mereka lebih baik mengantongi uang sedikit tapi jadi raja (biarpun kecil) ketimbang jadi buruh. Atau kalau pun jadi buruh, mereka lebih baik memilih pekerjaan bangunan rumah. Kebun karet, oh itu hanya untuk orang-orang yang datang dari Jawa. Begitu pendapat mereka. Garu Eser-Eser Kenyataannya, pekerjaan menganyam tikar pandan ini dilakilkan oleh penduduk sejak puluhan tahun yang lalu, oleh orang Melayu yang kini telan berbaur lewat perkawinan atau hidup bertetangga dengan kaum pendatang dari Jawa. Pekerjaan menganyam biasanya dikerjakan oleh para wanita kalau mereka menganggur dari pekerjaan membantu di sawah atau kesibukan rumah tangga. Kaum pria yang menebang pohon pandan. Sayangnya, cara menganyam tidak juga berubah biarpun barang-barang plastik (tikar plastik) sudah mendesak tikar yang cepat lusuh ini. Cara menyiangnya tidak rapi. Kalau diraba, macam paha kudisan. Tikar memang diberi warna, tapi itu sekedar warna gincu yang sekali duduk, celana bisa turut jadi merah. "Pokoknya, tikar Sirnpang Gambus kalau diraba, bisa untuk menggaru eser-eser," ujar Said Yusup, Kepala Dinas Perindustrian Kabupaten Asahan kepada Amran Nasution dari TEMPO. Menurut pendapatnya, tikar-tikar yang dari Pantai Cermin, Kabupaten Deli .Serdang saja yang sudah diekspor ke Malaysia. Dalam jumlah yang cukup besar. Pantai Cermin sudah mengerjakan anyaman tikar secara teknis baik, sedangkan Simpang Gambus masih dalam sistim tradisionil. Artinya dibuat dengan tangan dan disibukkan dengan mulut yang saling berceloteh bikin gossip. Maklum, di antara para wanita Simpang Gambus, menganyam tikar adalah juga kesempatan untuk mengobrol dan mengaso sekaligus. Macam acara ibu-ibu di Jakarta yang mengadakan coffee morning. Melihat tikar kepunyaan tetanga lebih bagus, bupati H. Abdulmanan. S dari Asahan iak enak hati. Betapa tidak. Bahan baku berupa pohon pandan terserak mulai dari pagar rumah sampai jadi tanaman liar. Tenaga kerja ada. Yang tidak ada cuma nyali untuk membuat bagaimana agar tikar pandan jadi halus dan kuat. Rapi dan indah. Hasrat Maju Pak Bupati kemudian menghubungi Said Yusup, yang sudah melihat pengrajin dari Tanggerang (permadani pandan) dan membimbing pengrajin dari Pantai Cermin. Selama 15 hari, 757 orang "disekolahkan" untuk membuat bagaimana membuat tikar sesuai dengan zaman kini. Usaha ini dilaksanakan secara gratis karena balai desa Simpang Gambus yang membayar. Abdulmanan bertindak tidak kepalang tanggung. Kurang puas dengan sekolah yang 15 hari itu, dia "impor" seorang ahli anyaman dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Namanya Komar D. Atmaja. Lewat mang Komar inilah, penduduk Simpang Gambus dididik hagaimana menyiang, merebus, mencelup dan menganyam bahan tersebut menjadi barang yang cantik. Walhasil, Simpang Gambus tidak hanya menghasilkan tikar saja. Karpet yang mirip keluaran Tanggerangpun dibuatnya. Pasarannya bukan saja sampai ke Malaysia, tapi juga Jepang dan Eropa. Topi pandan yang terkenal disebut topi Panama juga telah dibuat. Pengiriman dilaksanakan kalau Eropa atau negeri kawasan Barat lagi musim panas. Bisa-bisa, Simpang Gambus jadi saingan berat bagi Tasikmalaya. Para pengrajin kemudian diberi pelajaran juga tentang organisasi dan manajemen. "Supaya bank mau kasih pinjaman," ujar Said Yusup. Minat orangorang yang jadi penganyam bertambah. Dua kali lipat dari jumlah semula. Juga kampung-kampung sekeliling mulai mengerjakan anyaman pandan ini. Sebab permintaan dari luar negeri mengalir terus. Kepala Kampung Ahmad Bahari kemudian membentuk sebuah koperasi. Insya Allah, pekerjaan tersebut hingga kini masih lestari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus