PERMADANI Persia memang tidakbisa dlbandingkan dengan permadani
tikar made in Simpang Cambus. Tapi hasil anyaman tikar dari
kawasan ini, kini mulai dicari orang di Malaysia. Permadani
tikar memang lebih nyaman untuk negeri tropis seperti Indonesia
atau Malaysia. Asal saja si pemakainya tidak ketubruk masalah
gengsi.
Simpang Gambus terletak di Kecamatan Limapuluh, Kabupaten Asahan
bilangan Sumatera Utara. Luas Kampung Simpang Gambus 883 ha, 450
ha sendiri terdiri dari sawah. Jumlah penduduknya, 6.759 jiwa
lebih sedikit, ini kalau tidak kebobolan rencana Keluarga
Berencana. Selain bersawah, "70% penduduk bekerja sebagai
pengrajin anyaman pandan. Mereka membuat tikar," ujar Ahmad
Bahari, Kepala Kampung Simpang Gambus.
Bagaikan pagar, Simpang Gambus dikelilingi oleh perkebunan karet
milik pemerintah dan swasta. Tapi penduduk enggan untuk jadi
buruh onderneming di perkebunan tersebut. Motto mereka lebih
baik mengantongi uang sedikit tapi jadi raja (biarpun kecil)
ketimbang jadi buruh. Atau kalau pun jadi buruh, mereka lebih
baik memilih pekerjaan bangunan rumah. Kebun karet, oh itu hanya
untuk orang-orang yang datang dari Jawa. Begitu pendapat mereka.
Garu Eser-Eser
Kenyataannya, pekerjaan menganyam tikar pandan ini dilakilkan
oleh penduduk sejak puluhan tahun yang lalu, oleh orang Melayu
yang kini telan berbaur lewat perkawinan atau hidup bertetangga
dengan kaum pendatang dari Jawa. Pekerjaan menganyam biasanya
dikerjakan oleh para wanita kalau mereka menganggur dari
pekerjaan membantu di sawah atau kesibukan rumah tangga. Kaum
pria yang menebang pohon pandan.
Sayangnya, cara menganyam tidak juga berubah biarpun
barang-barang plastik (tikar plastik) sudah mendesak tikar yang
cepat lusuh ini. Cara menyiangnya tidak rapi. Kalau diraba,
macam paha kudisan. Tikar memang diberi warna, tapi itu sekedar
warna gincu yang sekali duduk, celana bisa turut jadi merah.
"Pokoknya, tikar Sirnpang Gambus kalau diraba, bisa untuk
menggaru eser-eser," ujar Said Yusup, Kepala Dinas Perindustrian
Kabupaten Asahan kepada Amran Nasution dari TEMPO. Menurut
pendapatnya, tikar-tikar yang dari Pantai Cermin, Kabupaten Deli
.Serdang saja yang sudah diekspor ke Malaysia. Dalam jumlah yang
cukup besar.
Pantai Cermin sudah mengerjakan anyaman tikar secara teknis
baik, sedangkan Simpang Gambus masih dalam sistim tradisionil.
Artinya dibuat dengan tangan dan disibukkan dengan mulut yang
saling berceloteh bikin gossip. Maklum, di antara para wanita
Simpang Gambus, menganyam tikar adalah juga kesempatan untuk
mengobrol dan mengaso sekaligus. Macam acara ibu-ibu di Jakarta
yang mengadakan coffee morning.
Melihat tikar kepunyaan tetanga lebih bagus, bupati H.
Abdulmanan. S dari Asahan iak enak hati. Betapa tidak. Bahan
baku berupa pohon pandan terserak mulai dari pagar rumah sampai
jadi tanaman liar. Tenaga kerja ada. Yang tidak ada cuma nyali
untuk membuat bagaimana agar tikar pandan jadi halus dan kuat.
Rapi dan indah.
Hasrat Maju
Pak Bupati kemudian menghubungi Said Yusup, yang sudah melihat
pengrajin dari Tanggerang (permadani pandan) dan membimbing
pengrajin dari Pantai Cermin. Selama 15 hari, 757 orang
"disekolahkan" untuk membuat bagaimana membuat tikar sesuai
dengan zaman kini. Usaha ini dilaksanakan secara gratis karena
balai desa Simpang Gambus yang membayar.
Abdulmanan bertindak tidak kepalang tanggung. Kurang puas dengan
sekolah yang 15 hari itu, dia "impor" seorang ahli anyaman dari
Tasikmalaya, Jawa Barat. Namanya Komar D. Atmaja. Lewat mang
Komar inilah, penduduk Simpang Gambus dididik hagaimana
menyiang, merebus, mencelup dan menganyam bahan tersebut menjadi
barang yang cantik.
Walhasil, Simpang Gambus tidak hanya menghasilkan tikar saja.
Karpet yang mirip keluaran Tanggerangpun dibuatnya. Pasarannya
bukan saja sampai ke Malaysia, tapi juga Jepang dan Eropa. Topi
pandan yang terkenal disebut topi Panama juga telah dibuat.
Pengiriman dilaksanakan kalau Eropa atau negeri kawasan Barat
lagi musim panas. Bisa-bisa, Simpang Gambus jadi saingan berat
bagi Tasikmalaya.
Para pengrajin kemudian diberi pelajaran juga tentang organisasi
dan manajemen. "Supaya bank mau kasih pinjaman," ujar Said
Yusup. Minat orangorang yang jadi penganyam bertambah. Dua kali
lipat dari jumlah semula. Juga kampung-kampung sekeliling mulai
mengerjakan anyaman pandan ini. Sebab permintaan dari luar
negeri mengalir terus. Kepala Kampung Ahmad Bahari kemudian
membentuk sebuah koperasi. Insya Allah, pekerjaan tersebut
hingga kini masih lestari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini