TRETES, tempat tamasya terkenal, 60 Km di selatan Surabaya,
sudah berubah. Memang hawa sejuk Gunung Wlirang (Kabupaten
Pasuruan) dan Gunung Arjuno (Kabupaten Malang) masih
menyenangkan. Juga buah-buahan dari sini masih banyak dikenal
bermutu. Tapi jika dulu anak-anak yang dibawa orang tuanya
berkunjung ke mari tak pernah melewatkan naik kuda menyusuri
lereng-lereng gunung - sekarang tak ada lagi. Dan sebaiknya
jangan membawa anak-anak ke Tretes.
Sebab kuda-kuda itu hampir tak pernah terlihat lagi. Yang banyak
berkeliaran adalah kuda dalam bentuk lain, wanita namanya.
Inilah wajah Tretes sekarang: di mana-mana, di hotel-hotel
maupun di rumah-rumah penduduk, selalu tampak WTS. Bahkan
demikian banyak jumlahnya, sehingga penduduk Surabaya ada yang
menyebut tempat tamasya itu telah menalami "polusi bordil."
Menurut Kepala Desa Tretes, A. Juri Earyodiharjo (50) tak
kurang dari 589 orang wts tercatat di sini. Jumlah ini tentu
yang resmi ada di rumah-rumah penduduk dan tempat-tempat
penginapan. Belum yang berkeliaran atau yang datang
sekali-sekali saja. Tapi jumlah tadi pun belum termasuk yang ada
di Watu Adem, desa yang berdampingan dengan Tretes. Jumlahnya
545 orang.
Pemda Malang & Pasuruan
Para wts itu umumnya masih muda-muda, belasan tahun. Mereka
kebanyakan datang dari Malang, Blitar, Kediri, Tulungagung,
Mojoagung, Jember dan Banyuwangi. Menurut pengakuan mereka,
germo-germo mereka memang menyebar orang untuk mengumpulkan
wanita-wanita serupa itu. Baik dengan cara terang-terangan,
maupun melalui bujuk rayu. Kata beberapa orang wts itu, bisnis
mengumpulkan calon-calon wts itu dilakukan oleh beberapa orang
bermata sipit.
Soal berkembang-biaknya para wts di tempat tamasya yang terkenal
itu memang sudah sering menjadi sasaran protes penduduk yang
merasa baik-baik. Terutama karena antara rumah mereka dengan
tempat-tempat wts itu sulit dibedakan. Tapi sebegitu jauh usaha
untuk melokalisir mereka belum dilakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini