Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, apakah sosialisasi persiapan menghadapi gempa dan tsunami kepada masyarakat telah memadai? (26 Juli - 2 Agustus 2006) | ||
Ya | ||
5,70% | 20 | |
Tidak | ||
88,03% | 309 | |
Tidak tahu | ||
6,27% | 22 | |
Total | 100% | 351 |
Ancaman gempa tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa wilayah pun bersiaga. Mereka melakukan pelatihan menghadapi bencana gempa dan tsunami. Contohnya di kampung nelayan Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.
”Prioritas pelatihan untuk yang rawan gempa dan tsunami. Pelatihan untuk ra-wan banjir akan diberikan nanti,” kata Camat Sumbermanjing Wetan, Soepri Hadiono. Sekitar 300 warga kali ini berlatih menghadapi gempa dengan metode simulasi, baik penanganan prabencana, saat terjadi bencana, maupun pascabencana.
Pada tahap prabencana, penduduk setempat dikenalkan pada tanda-tanda da-tangnya gelombang tsunami. Untuk saat bencana, penduduk diberi pemahaman ca-ra pengungsian dan mengevakuasi warga setempat. Pada tahap pascabencana, penduduk dikenalkan pada soal manajemen penyaluran bantuan dan rekonstruksi daerah yang terkena bencana.
Sayang, menurut Danny H. Natawidjaja, ahli gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, kegiatan seperti ini masih bersifat hangat-hangat tahi ayam. Peme-rintah daerah dan pusat, kata Danny, semestinya harus serius dengan memasukkan rencana kegiatan dalam APBN dan APBD. Pembangunan jalur-jalur evakuasi membutuhkan dukungan dana dari pe-merintah, juga harus dilakukan dengan cepat.
Hasil jajak pendapat Tempo Interaktif menunjukkan mayoritas responden menilai sosialisasi persiapan menghadapi gempa dan tsunami kepada masyarakat tidak memadai. Seorang responden di Bandung, Irna Pujianto, menilai pemerintah masih setengah hati menangani bencana di Tanah Air.
Buktinya, meski negeri ini telah sering dilanda bencana, selalu saja ada kekacauan manajemen dalam penanganan-nya. ”Ini membuktikan- sosialisasi persiapan pe-merintah dalam meng-hadapi bencana masih sa-ngat rendah,” ujarnya.
Indikator Pekan Ini: Setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI), giliran Nahdlatul Ulama (NU) menebar fatwa. Para ulama organisasi Islam terbesar di Indonesia itu menyatakan acara infotainment, yang ditayangkan hampir semua stasiun televisi, haram. Keputusan itu diambil dalam Musya-warah Nasional Alim Ulama dan Konfe-rensi Besar Nahdlatul Ulama, di Surabaya, Kamis dua pekan lalu. Infotainment digolongkan ke dalam perbuatan menggunjingkan orang (gibah) yang dilarang dalam Islam. PBNU juga berencana menemui pemim-pin lembaga agama lain untuk berkonsul-tasi dan mengajak mengharamkan acara infotainment. Ketua Umum PBNU, Hasyim Muzadi, menyatakan dalam waktu de-kat ia akan bertemu dengan Ketua Konfe-rensi Wali Gereja Indonesia, Kardinal Julius Dharmaatmadja. Sementara itu, Menteri Komunikasi- dan Informasi Sofyan Jalil menyatakan pemerintah tidak dapat mela-rang penyiaran infotainment di televisi. Menurut dia, yang berhak melarang tayangan tersebut adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Ia me-ngatakan akan mendukung jika KPI melarang acara infotainment. Menurut Anda, perlukah acara infotainment di televisi dilarang? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo