Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aksi Mogok Karyawan PPD
MOGOK kerja bagi karyawan Perusahaan Pengangkutan Djakarta seperti sudah menjadi ritual tahunan. Selama dua hari, Selasa dan Rabu pekan lalu, ratus-an sopir bus pelat merah ini kembali unjuk rasa. Mereka berkonvoi dengan bus sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin dan menu-tup jalur busway. Akibatnya, ratusan pe-numpang telantar.
Aksi arak-arakan itu dipicu oleh persoal-an yang sama: tunggakan gaji. Menurut pengakuan mereka, selama delapan bulan terakhir para sopir tak lagi menerima gaji. Jumlah karyawan yang te-lantar, kata Ketua Serikat Pekerja PPD, Mustaka Siahaan, mencapai 4.317—dari total 4.484 orang. Adapun besaran gaji yang tertunggak berkisar Rp 900 ribu sampai Rp 1 juta per orang.
Menanggapi aksi mogok itu, seperti tahun-tahun sebelumnya, pemerintah- menjanjikan gaji akan segera dibayarkan. Kali ini, pa-ling lambat 16 Agustus. Besarnya dana yang harus disediakan mencapai Rp 40 miliar. Untuk menutup kebutuhan itu, rencananya dananya akan diambilkan dari anggaran setiap BUMN.
Menurut Menteri Perhubungan Hatta- Radjasa, keterlambatan gaji disebabkan oleh kondisi keuangan PPD yang merugi dan terbelit utang. Pendapatan perusahaan hanya cukup untuk membayar gaji 1.500 karyawan. ”Jumlah karyawan dan bus juga tak imbang, 1 banding 12,” katanya. Untuk itu, sejumlah langkah restrukturisasi disiapkan pemerintah. Sebab, jika itu dilakukan, barulah Pemerintah Provinsi DKI -Jakarta bersedia mengambil alih perusahaan ini.
Trans TV Jadi Beli TV7
SPEKULASI rencana masuknya Para Group ke TV7 terjawab sudah. Jumat siang pekan lalu, sebuah kesepa-katan jual-beli saham antara PT Transformasi Televisi Indonesia (pengelola Trans TV) dan PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh (TV7) diteken. Dengan transaksi itu, Para Group milik Chairul Tanjung kini mengantongi 49 persen saham TV7. Sedang-kan 51 persen sisanya masih dikuasai Kelompok Kompas Gramedia milik Jacob -Oetama.
Meski minoritas, Para Group menempatkan dua orangnya sebagai direktur utama dan wakil direktur utama. Direktur utama di-jabat bekas Direktur Operasional Trans TV, Wishnutama Kusubandio, sedangkan Ati Nurwahyuni didapuk sebagai wakilnya.
Pemimpin KKG, Jacob Oetama, mengaku berat ketika akan menjual sahamnya. ”Tapi ini demi perkembang-an yang lebih baik,” katanya. Ketatnya persaingan, kata pendiri harian Kompas ini, membuat pengelolaan bisnis televisi tak mungkin dijalankan lewat satu grup usaha saja.
Dengan masuknya Trans TV, format acara TV7 akan berubah. TV7 akan fokus menggarap acara hiburan dan olahraga. Kedua kelompok bisnis ini pun akan sa-ling tukar acara. ”Tak akan ada lagi persaingan,” kata Chairul. Lewat sinergi ini diharapkan pangsa pemirsa Trans TV yang kini 13,8 per-sen dan TV7 6 persen bakal meningkat.
Hotel Hilton Berganti Nama
HOTEL Hilton Indonesia akan segera berganti nama menjadi The Sultan H-otel. Nama baru itu akan diri-lis akhir bulan ini. Menurut Manajer Humas Hotel Hilton, Emeraldo Parengkuan, pergantian nama akan dilakukan di semua cabang Hilton di seluruh Indonesia. ”Tapi waktunya lain-lain,” kata-nya kepada Tempo.
Emeraldo menolak meme-rinci lebih jauh alasan di balik perubahan nama itu, namun ia memastikan tak akan ada perubahan pemilik maupun karyawan setelah pergantian nama dilakukan. Karena itu, hotel berbintang lima di kawasan Semanggi ini akan tetap menjadi milik pengusaha Pontjo Sutowo. Kontrak-kontrak dengan perusahaan lain yang masih berjalan pun tidak akan berubah. ”Hilton kan wara-laba, cuma pinjam bendera saja,” katanya. ”Jadi, kami pikir, kenapa tak mengambil nama lokal saja.”
Obligasi Retail Laris
MESKI seret di awal masa penawaran, obligasi retail Indonesia akhirnya diborong pembeli di akhir penutupan perdagangan, Jumat pekan lalu. Jumlah pemesanan mencapai Rp 3 triliun, yang berarti Rp 1 triliun le-bih tinggi dari target peme-rintah. ”Obligasi diserbu tiga jam sebelum tutup,” kata Direktur Pengelolaan Surat Utang Negara Departemen Keuangan, Rahmat Waluyan-to, kepada Tempo.
Masa penawaran Obligasi- seri ORI-001 yang jatuh tempo pada 9 Agustus 2009 ini berlangsung tiga pekan. Pembeli lebih banyak terjaring oleh bank ketimbang perusahaan sekuritas. Bank yang ditunjuk pemerintah sebagai agen penjual bahkan mengaku kebanjiran pesanan. Menurut Rahmat, pembeli datang dari pelbagai kalangan, bukan cuma nasabah yang punya duit di deposito. ”Pensiunan juga banyak,” ujarnya.
Larisnya obligasi sesungguhnya tak lepas dari ada-nya perubahan aturan pembatasan nominal obligasi oleh setiap investor. Jika sebelumnya dibatasi maksimal Rp 50 juta, belakangan setiap orang dibebaskan membeli surat utang sesuai dengan kemampuan. Berapa jumlah obligasi yang akhirnya bakal dijual? Pemerintah belum memutuskannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo