Pesta kepergian gunawan ke as

PESTA di rumah kediaman keluarga Arsitek Suwarmo Soepeno, di Jalan Arco Raya, Kemang, Jakarta Selatan, seperti dikatakan Pemimpin Redaksi Jakob Oetama (Kompas, 18 Agustus), memang berlangsung semarak. Di antara yang hadir adalah rekan pers dalam dan luar negeri, sejumlah duta besar, Menlu Ali Alatas dan Nyonya, Dirjen PPG Janner Sinaga, para seniman dan kolomnis TEMPO, dan pakar jazz Bill Saragih, yang bersama Dali Tahir mengalunkan suaranya. Tak terasa suasana haru sebagaimana lazimnya suatu perpisahan. Sebaliknya, lebih dari seratus undangan yang datang pada malam dua Rabu lampau itu nampak gembira, dan akrab, ketika mengucapkan selamat jalan kepada Pemimpin Redaksi Majalah TEMPO Goenawan Mohamad. Memang tak ada alasan untuk bersedih. Sebab, bagi teman-teman, terutama rekan-rekan di majalah ini, kepergian Goenawan, 48 tahun, selama sembilan bulan ke Universitas Harvard, AS, merupakan suatu kebanggaan tersendiri. GM, begitu dia biasa dipanggil, adalah wartawan senior Indonesia kedua yang berhasil memperoleh beasiswa dari Nieman. Wartawan Indonesia pertama itu pun berselisih 10 tahun dengan kepergian GM -- adalah Sabam Siagian, 57 tahun, semasih Wakil Pemimpin Redaksi marhum Sinar Harapan, dan kini Pemimpin Redaksi The Jakarta Post. Adalah Agnes Wahl Nieman, istri mendiang Lucius Nieman, pendiri dan penerbit The Milwaukee Journal, yang mendirikan Nieman Fellowship di tahun 1938. Sejak itu lebih dari 200 wartawan telah beroleh kesempatan dari lembaga Nieman untuk belajar di universitas tersohor itu. GM akan bergabung dengan tujuh pimpinan redaksi lain, masing-masing dari Korea Selatan, Jepang, RRC, Israel, Italia, Afrika Selatan, dan Argentina. Sedang dari AS sendiri 12 wartawan senior dari berbagai media akan mengikuti tahun ajaran yang ke-52 dari Nieman. Pernah mengikuti kuliah di Fakultas Psikologi UI di tahun 1960-an, dan setahun di College d'Europe di Brugge, Belgia, akhir 1965-1966, Goenawan ingin mendalami ilmu filsafat dan problem etika dalam pemerintahan di Harvard. "Saya mencoba belajar filsafat dan etika. Kalau nggak kuat, ya saya akan memilih pelajaran yang lain," kata Goenawan kepada teman-teman yang bertanya malam itu. Selain bebas untuk memilih mata kuliah yang disukai, para wartawan juga wajib mengikuti kuliah, antara lain ilmu politik, sosial, dan hukum. Dan dengan sendirinya, yang tak dianjurkan untuk mereka pelajari adalah ilmu kewartawanan. Toh dia berjanji akan menyisihkan waktu untuk memantau TEMPO dari jauh. "Dia akan tetap mengisi tulisan dalam rubrik Catatan Pinggir dari Harvard," kata Wakil Pemimpin Redaksi TEMPO Fikri Jufri, yang turut menyelenggarakan pesta perpisahan itu. Menlu Alatas dalam sambutannya berkomentar, "Saya senang mendengar Goenawan akan terus mengisi Catatan Pinggir. karena saya adalah salah seorang pengagum tulisannya." Apakah isi TEMPO akan semakin enak dibaca dan perlu, setelah Goenawan Mohamad "mengisi batere" di Harvard, tentu terpulang pada Sidang Pembaca untuk menilainya.