Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda, pelaku praktek politik uang dalam penjaringan calon Gubernur Jakarta dipidanakan? (19-26 Juni 2007) | ||
Ya | ||
89,64% | 398 | |
Tidak | ||
9,46% | 42 | |
Tidak tahu | ||
0,90% | 4 | |
Total | 100% | 444 |
Praktek uang ”mahar” di arena pemilihan Gubernur Jakarta menjadi sorotan serius setelah seorang calon gubernur mengaku diminta menyetor Rp 400 miliar oleh satu partai besar. Kemudian, Mayjen (Purn.) Djasri Marin juga menyatakan mengeluarkan Rp 3 miliar selama mengikuti penjaringan calon wakil gubernur lewat partai.
Uang itu, kata Djasri, disetorkan kepada dua partai besar yang berjanji mengusung dia mendampingi Fauzi Bowo—calon gubernur dukungan koalisi 19 partai. Ia sangat kecewa karena mereka akhirnya memasangkan Fauzi dengan Mayjen Prijanto. ”Mereka terima uang saya, tapi mendukung orang lain,” ujarnya.
Kalangan ahli hukum dan aktivis antikorupsi mengatakan, dugaan praktek politik uang dalam pemilihan Gubernur Jakarta bisa dipidanakan. Rudy Satrio, pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, berpendapat bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bisa digunakan untuk menjerat pelakunya. ”Tak perlu dikaitkan dengan aturan pemilihan umum,” ujarnya. Dalam KUHP, pelaku politik uang bisa dikenai pasal tentang perbuatan tak menyenangkan, pemerasan, penipuan, dan suap-menyuap.
Hasil jajak pendapat Tempo Interaktif menunjukkan mayoritas responden pun setuju jika pelaku praktek politik uang dalam penjaringan calon Gubernur Jakarta dipidanakan. Ari Wahyu, seorang responden di Klaten, Jawa Tengah, mengatakan, ”Sanksi pidana akan membuat orang berpikir dua kali sebelum melakukan praktek politik uang.”
Adapun B. Simarmata di Depok, Jawa Barat, berpendapat sebaliknya. ”Seharusnya tidak dipermasalahkan, karena itu adalah cost politik. Ini adalah pembelajaran yang baik buat bangsa kita,” ujarnya.
Indikator Pekan Ini: Komisi Pertahanan DPR resmi menolak rumusan kerja sama pertahanan (defence cooperation agreement/DCA) antara Indonesia dan Singapura. ”Komisi Pertahanan DPR akan menerima jika isi DCA diperbaiki,” kata Ketua Komisi Pertahanan DPR Theo L. Sambuaga, setelah menyimpulkan hasil rapat kerja Komisi Pertahanan dengan Menteri Luar Negeri Nur Hassan Wirajuda di gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin pekan lalu. Rapat berjalan alot karena sebagian anggota Komisi ingin kerja sama itu dibatalkan. Anggota Komisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Abdillah Toha, mengusulkan perjanjian kerja sama tak diratifikasi. ”Perjanjian internasional harus disikapi secara terbuka dengan berkonsultasi dengan DPR,” katanya. Menteri Nur Hassan menyatakan akan berusaha memperbaiki isi perjanjian tersebut. Perbaikan dilakukan pada saat pembahasan aturan pelaksanaan atau implementing arrangement. ”Akan ada perbaikan melalui pembahasan dengan Singapura,” ujarnya. Sebelumnya, Singapura menyampaikan keberatan untuk mengubah beberapa poin mendasar dalam perjanjian kerja sama pertahanan yang ditandatangani pada 27 April lalu di Bali. Setujukah Anda, kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura dibatalkan? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo