Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kecenderungan memolitisasi agama tampaknya sudah menulari mahasiswa, sebagaimana tercermin dari sekelompok mahasiswa yang melangsungkan peringatan 40 hari tragedi dengan melakukan salat beberapa waktu lalu. Sikap yang tidak rasional itu jelas akibat mencontoh senior mereka.
Mungkin mereka mencontoh Megawati, yang, dalam rangka menarik simpati umat Hindu, melakukan sembahyang di pura. Setelah dikecam masyarakat, Mega pun berusaha tampil lebih Islami, antara lain dengan menghadiri acara keagamaan seperti Lailatul Ijtimak pada peringatan Nisfu Syakban, yang diselenggarakan AMNU di Ciganjur awal Desember lalu dan dihadiri tokoh PKB seperti Matori Abdul Djalil dan Said Aqiel Siradj.
Sebelumnya, K.H. Noer Muhammad Iskandar pernah pula menyelenggarakan acara keagamaan untuk Mega, tak berapa lama setelah Mega mendapat gugatan sebagian masyarakat karena bersembahyang di pura. PDI Perjuangan sendiri, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun ini secara khusus menyelenggarakan peringatan Isra Mikrak, pada 6 Desember lalu, tentunya dalam rangka memperbaiki citra Mega yang kedodoran akibat "dikecam" A.M. Saefuddin.
Kegiatan politisasi agama lainnya adalah acara Doa Bersama oleh beberapa tokoh agama yang dilaksanakan di Ciganjur beberapa waktu lalu. Ini disebut politisasi agama karena tidak ada sebuah agama pun yang mengajarkan hal semacam itu. Bahkan, K.H. Ali Yafie (tokoh NU) pernah mengatakan bahwa doa bersama seperti itu tergolong bidah (Media Dakwah, September 1998).
Begitu juga acara Istighotsah Kubro yang kerap digelar Gus Dur (bersama sebagian komunitas NU). Itu juga merupakan bentuk dari politisasi agama. Sebab, kegiatan semacam itu tidak ada aturannya dalam Islam, sehingga digolongkan bidah. Dan bidah itu menurut sebuah hadis adalah sesat.
Bachruddin M.D.
Ciracas RT 003/002
Jakarta Timur 13740
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo