Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGADILAN kembali bersikap tak konsisten. Buktinya, Akbar Tandjung, yang Ketua DPR dan Ketua Golkar, dilepaskan penahanannya dalam kasus korupsi dana nonbujeter Bulog. Sementara itu, masa penahanan mantan Kepala Bulog Rahardi Ramelan, yang juga diadili dalam kasus korupsi serupa, justru diperpanjang selama 60 hari.
Akbar memperoleh anugerah itu, awal April lalu, dari majelis hakim yang diketuai Amiruddin Zakaria di Peng-adilan Negeri Jakarta Pusat. Sedangkan Rahardi ditahan lagi oleh majelis hakim yang diketuai Lalu Mariyun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebagian responden TEMPO sependapat dengan sikap majelis hakim yang menangguhkan penahanan Akbar. Sebab, kendati alasan ini amat formal, Akbar sebagai Ketua DPR tak mungkin melarikan diri. Akbar juga akan mematuhi jadwal persidangan. Lagi pula, kesalahan Akbar dianggap belum terbukti.
Tapi, salah seorang responden TEMPO dari Jakarta Barat, Abdul Rozak, berpendapat agar majelis hakim yang mengadili Akbar seharusnya diganti. Soalnya, mereka sudah berlaku tidak adil. Harusnya, jika salah satu terdakwa ditahan, terdakwa yang lain juga ditahan. “Begitu juga kalau mau dibebaskan,” katanya.
Pendapat Abdul Rozak agaknya mewakili sebanyak 78 persen responden TEMPO. Sebagian besar responden, 79 persen, bahkan melihat penahanan Akbar pada awal kasusnya, Maret silam, hanya kosmetik politik.
Kalau pengadilan mau konsisten memberangus korupsi, seharusnya pula ia menahan terdakwa korupsi. Hal itu sesuai dengan ketentuan undang-undang, lantaran kasus korupsi diancam hukuman lebih dari lima tahun penjara.
Agung Rulianto
Apakah penangguhan penahanan Akbar Tandjung—sementara Rahardi Ramelan tetap ditahan merupakan tindakan yang adil? | |
Ya | 22% |
---|---|
Tidak | 78% |
Jika ya, apa alasan Anda?* | |
Kesalahan Akbar Tandjung belum terbukti | 54% |
Akbar sebagai Ketua DPR tidak mungkin melarikan diri | 43% |
Akbar akan patuh mengikuti sidang | 31% |
Akbar merupakan Ketua Golkar, salah satu partai yang besar | 26% |
Akbar hanya korban fitnah | 26% |
*Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban. | |
Jika tidak, apa alasan Anda?* | |
Terdakwa kasus korupsi seharusnya ditahan | 45% |
Mereka terkait kasus yang sama | 45% |
Hakim terkena pengaruh politik dan uang | 42% |
Pemerintah takut pada reaksi pendukung Akbar | 35% |
Bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi | 31% |
*Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban. | |
Menurut Anda, apakah penahanan Akbar dulu hanya kosmetik politik? | |
Ya | 79% |
Tidak | 21% |
Apakah majelis hakim yang mengadili kasus Akbar harus diganti? | |
Ya | 66% |
Tidak | 34% |
Metodologi jajak pendapat :
Jajak pendapat ini dilakukan oleh Majalah TEMPO, bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 502 responden di lima wilayah DKI pada 14-16 April 2002. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen. Penarikan sampel dikerjakan melalui metode acak bertingkat (multi-stages random sampling) dengan unit kelurahan, RT, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan lewat kombinasi antara wawancara tatap muka dan wawancara melalui telepon.
Independent Market Research
Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo