Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ke Pulau Seribu Kita Berjudi?

5 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setujukah Anda dengan ide Sutiyoso menyediakan lokasi perjudian legal di Kepulauan Seribu?
(12 - 19 April 2002)
Ya
53.8%512
No
45.4%431
Tidak tahu
0.8%8
Total100%951

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meneruskan niatnya membangun fasilitas pendukung lokalisasi perjudian di kawasan Kepulauan Seribu. Ini rencana lama, memang. Setahun lalu, isu ini pernah digulirkan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso. Namun, isu itu mengempes karena ada penolakan dari para ulama dan organisasi keagamaan.

Dua pekan lalu Sutiyoso kembali mengutarakan isu itu, kali ini lebih konkret. Menurut dia, usulan itu tinggal menunggu persetujuan resmi DPRD. Secara informal, sejumlah fraksi DPRD DKI telah memberi lampu hijau kepadanya soal lokalisasi perjudian itu. Berarti pasti jadi?

Belum. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan menentang ide itu. Pertimbangannya, judi itu haram sehingga apa pun alasan untuk menghidupkannya patut ditolak. Pemerintah, masih kata MUI, mestinya mengupayakan pemberantasannya, bukannya berdalih judi susah diberantas kemudian melegalkannya.

Selain soal isu moralitas, tentangan lain juga muncul. Kali ini isunya hak atas wilayah. Pemerintah Daerah Banten mengklaim sebanyak 22 pulau di kawasan Kepulauan Seribu sebagai miliknya. ”DKI jangan coba-coba memakai wilayah Banten untuk lokasi judi,” kata Wakil Gubernur Banten, Ratu Atut.

Meski ada penolakan, Pemda DKI masih berniat jalan terus dengan idenya. Klaim Pemda Banten ditangkis dengan gampang. Pertama, klaim belum terbukti. Dan kedua, jika pun Banten menang atas klaimnya, Pemda DKI mengatakan bahwa sejak awal pulau yang mereka siapkan sebagai lokasi judi adalah Pulau Sebaru Besar, sekitar 70 kilometer utara Jakarta daratan. Artinya, tak termasuk pulau yang diklaim Banten.

Sementara itu, soal keberatan MUI dan kelompok keagamaan lainnya, Pemda DKI berkilah bahwa lokasi judi ini diperuntukkan bagi mereka yang secara agama memang tak dilarang untuk itu. Istilahnya, lokasi judi itu nanti merupakan kawasan terbatas.

Lalu, bagaimana dengan adanya keberatan jika uang hasil judi dipakai untuk dana pembangunan? Bagaimana pula jika ada rakyat yang iri soal hak berjudi ini? Untuk yang ini, pemda belum menjawabnya. Begitu pun—mungkin mereka boleh sedikit lega—lebih banyak peserta Indikator pekan lalu yang setuju adanya lokalisasi judi daripada yang tidak setuju.


Jajak Pendapat Pekan Depan:

Keputusan Presiden Megawati memberi bantuan pembangunan asrama polisi dan tentara dengan dana yang diambil dari pos bantuan presiden (banpres) terus bergulir menjadi isu keberadaan pos banpres itu sendiri, dan berkurangnya secara drastis jumlah dana dalam pos itu. Banyak pihak meminta DPR segera aktif menelisik keberadaan pos itu dan transparansi penggunaannya. Salah satunya dengan membentuk panitia khusus atau sekadar memanggil presiden. Tapi ada juga yang menganggap kejelasan itu cukup dari presiden, tanpa cawe-cawe DPR. Bagaimana pendapat Anda sendiri? Suarakan pendapat Anda melalui www.tempointeraktif.com.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus