Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pantaskah Presiden disalahkan dalam penghentian penuntutan terhadap mantan presiden Soeharto? (17–24 Mei 2006) | ||
Ya | ||
86,21% | 2.406 | |
Tidak | ||
8,06% | 225 | |
Tidak tahu | ||
5,73% | 160 | |
Total | 100% | 2.791 |
Komitmen Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dalam menuntaskan kasus Soeharto makin diragukan. Me-nurut- Ke-tua Komisi Bidang Hukum dan Per-undangan- DPR RI, Trimedya Panjaitan, beleid Jaksa Agung mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) menyalahi kesepakatan rapat kerja antara kedua pihak pada 20 Februari 2006. ”Ke-simpulan rapat kerja saat itu jelas menyebutkan Jaksa Agung akan menuntaskan kasus Soeharto,” kata Trimedya.
Politisi PDI Perjuangan itu juga menilai pernyataan Jaksa Agung tentang kemungkinan tuntutan perdata terhadap Soeharto sebagai lips service belaka. ”Itu kan belum jelas aset-asetnya, apalagi jika perdata akan memakan waktu lama,” ujarnya.
Yassona Loli, juga dari Fraksi PDI Perjuangan, menilai Jaksa Agung telah dijadikan tumbal atau bahkan menumbalkan diri dalam kasus Soeharto. ”Jaksa Agung seperti berada di bawah tekanan untuk segera mengambil keputusan,” katanya.
Pernyataan-pernyataan itu ditampik Abdul Rahman. ”Tidak ada intervensi dari eksekutif maupun yudikatif,” ujarnya. Langkah jajarannya, katanya, sesuai de-ngan fatwa Mahkamah Agung yang menyatakan, karena penyakit terdakwa tidak bisa disembuhkan, maka terdakwa tak bisa disidangkan.
Ihwal penerbitan SKPP, Abdul Rahman mengatakan surat itu tidak dimaksudkan untuk mengampuni Soeharto. ”Jika tim dokter tiba-tiba menyatakan dia sehat, kasusnya siap dibuka kembali,” ujarnya.
Kendati Jaksa Agung yang punya beleid, jajak pendapat Tempo Interaktif menunjuk-kan- sebagian besar responden menilai Pre-siden Yudhoyono pantas disalahkan dalam penghentian penuntutan terhadap Soeharto-. Seorang responden di Pematangsiantar, Gonzales Nadeak, mengatakan, ”Pilihan Presiden terkesan mulia, tapi pilihan itu membusukkan bangsa.”
Sebaliknya, Dewi Dermawan di Chicago-, Amerika, menilai Presiden SBY cuma -punya hak memberikan amnesti. Bila tuntutan terhadap Soeharto dihentikan, itu adalah pekerjaan yudikatif. ”Menyalahkan Presiden SBY bukan tindakan yang benar,” ujarnya.
Indikator Pekan Ini: Pemerintah tengah menyiapkan peraturan untuk melindungi pejabat publik- dari pengusutan hukum kasus pidana. ”Kita siapkan peraturan yang lebih baik, sehingga tidak semudah itu pejabat ditangkap,” ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Ahad pekan lalu. Peraturan itu, kata Kalla, akan dikeluar-kan dalam waktu dekat. Di sana akan di-pilah antara kejahatan dan kesalahan kebijakan. Kejahatan terjadi jika pejabat menggelembungkan anggaran. Sedangkan bila pejabat membuat kebijakan, lalu terjadi masalah karena perubahan kondisi, disebut kesalahan kebijakan. Jika pejabat membuat kejahatan, kata Kalla, aparat penegak hukum dapat menangkapnya. ”Namun, jika terjadi kesalahan kebijakan, Presiden harus menyatakan pejabat tersebut tak boleh ditahan,” ujarnya. Setujukah Anda dengan rencana peraturan untuk melindungi pejabat publik- dari pengusutan hukum kasus pidana? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo