Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bila Pak Kiai Diusir

Ketegangan antara pendukung pluralisme dan Front Pembela Islam terjadi. Bermula dari insiden di Purwakarta.

29 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jangan nakut-nakutin, saya tidak takut. Sini, saya tabokin kamu.” Begitulah komentar KH Abdurrahman Wahid dalam sebuah dialog yang digelar di Purwakarta, Jawa Barat, Selasa pekan lalu. Dia meladeni- amarah Asep Hamdani yang dikenal se-bagai Ketua Front Pembela Islam di kota itu.

Bertajuk ”Pluralisme dalam Bingkai- Masyarakat Mandiri”, dialog lintas aga-ma ini diadakan di Gedung PKK, Jalan R.E. Martadinata. Penggagasnya adalah Gerakan Pemuda Ansor, Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia, dan sejumlah organisasi nonmuslim. Gus Dur—begi-tu-lah bekas presiden itu bisa disapa—jadi pembicara utama.

Acara itu disesaki pengunjung yang meluber hingga ke luar gedung. Maklum, Gus Dur dikenal sebagai tokoh pembela keragaman etnis, suku, dan agama. Puluhan wakil Front Pembela Islam, Majelis Mujahidin Indonesia, Forum Umat Islam, dan Hizbut Tahrir Indonesia pun hadir di sana.

Dalam dialog, Gus Dur memper-tegas penolakannya terhadap Rancangan Un-dang-Undang Antipornografi dan Por-noaksi. Ini berbeda dengan kalangan Front Pembela Islam, yang menyokongnya. Tapi bukan perbedaan ini yang membuat suasana keruh. Pemicu kemarahan Asep adalah ketika Gus Dur menyebut Al-Quran sebagai paling porno diban-ding kitab suci lain. ”Kalau orang kepalanya ngeres, dia akan curiga Al-Quran porno karena ada ayat tentang me-nyusui dan roman-roman Zulaikha dengan Yusuf,” katanya.

Ketua FPI Asep Hamdani dan para konco-konconya lalu memilih walk out.

Tapi Gus Dur belum berhenti bicara. Bekas Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama ini juga menyentil organisasi Islam pendukung RUU Pornografi yang menggelar aksi sejuta umat di Jakarta, dua pekan lalu. FPI ikut pula dalam demonstrasi ini. Menurut Gus Dur, aksi itu di-sokong duit sejumlah jenderal.

Mendengar pernyataan itu, Asep yang sudah menjejakkan kakinya ke jalan raya, buru-buru kembali ke gedung. Dia kemudian berteriak agar Gus Dur mencabut pernyataannya, baik tentang Al-Quran maupun aksi sejuta umat. ”Kalau tidak, Pak Gus Dur saya minta pulang secepatnya,” kata Asep mengancam.

Digertak, Gus Dur sama sekali tidak gentar. Dia malah melontarkan komentar tadi: ingin menaboki. Para peserta riuh menyambut dengan yel-yel, ”Hidup Gus Dur!” Mendapat dukungan pengunjung, dia justru meminta FPI yang keluar ruangan. Akhirnya, panitia menghentikan acara agar kekacauan tidak ter-jadi. Asep cs terus mencemooh Gus Dur ketika dia menuju mobil. Syukurlah, kekerasan tak meletus.

Keributan sudah diperkirakan bakal ter-jadi. Sehari sebelumnya, Majelis Ula-ma Indonesia telah meminta panitia- mem-batalkan acara itu. Sekretaris MUI Purwakarta, KH Abun Bunyamin, me-nga-takan, acara itu tak sejalan dengan syariat Islam yang dia pahami, yang menolak pluralisme.

Setelah kejadian itu, gabungan tokoh agama, akademisi, dan aktivis prodemokrasi menuding MUI dan FPI melecehkan Gus Dur. Di kantor the Wahid Institute pekan lalu, gabungan yang bernama Aliansi Masyarakat Anti Kekerasan ini menyatakan sikap melawan kelompok yang memaksakan syariat- Islam dengan teror dan kekerasan. Ketua PB NU Masdar F. Mas’udi juga hadir di sana. ”Negeri ini berantakan kalau aksi ber-basis keyakinan dibiar-kan main hakim sendiri,” kata-nya.

Mereka mengecam pu-la- penyerbuan puluhan Pe-muda Penegak Syariat- Islam ke kantor lembaga pendidikan Fahmina Institute di Cirebon dan Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Keduanya terjadi pekan sebelumnya.

Ketegangan memuncak-, Jumat pekan lalu. Aliansi Masyarakat Anti Kekerasan bergabung dengan- 20 organisasi pendukung Gus Dur yang dimotori- Garda Bangsa. Massa se-kitar seribu orang ini men-datangi Markas Besar Polri di Jakarta Selatan, menuntut kelompok yang kerap melakukan kekerasan dibubarkan dan aksi pengusiran Gus Dur diusut tuntas. Juru bicara Polri, Brigjen Anton Bachrul Alam, menerima tuntutan mereka.

Namun, rencana mereka mendatangi- markas FPI di Petamburan, Jakarta, batal. Mulut Jalan K.S. Tubun, Slipi, menuju markas FPI ditutup barikade ratusan polisi antihuru-hara. Polisi meng-hindarkan kemungkinan bentrok dengan massa FPI dan Forum Betawi Rempug. Massa yang ini tak kalah ba-nyak berjaga menutup dua jalur sepanjang Jalan K.S. Tubun sejak pagi. Sekitar seribu orang yang membawa pentungan kayu ini bubar petang hari.

Dari Jawa Timur, Ketua Umum PB NU Hasyim Muzadi mengingatkan agar Gus Dur dan FPI tidak adu kekuatan massa. ”Selesaikan di jalur hukum,” kata-nya.

Eduardus Karel Dewanto dan Nanang Sutisna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus