Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

PSSI Harus Direformasi

11 April 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setujukah Anda dengan langkah pemerintah membekukan PSSI?
(periode 30 Maret-6 April 2011)
Ya
94.46% 886
Tidak
4.58% 43
Tidak Tahu
0,96% 9
Total 100% 938

AKHIRNYA Federasi Sepak Bola Dunia alias FIFA turun tangan juga. Kepemimpinan Nurdin Halid di Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia dinilai sudah kehilangan kredibilitas. FIFA pun membentuk Komite Normalisasi untuk menyelenggarakan pemilihan Ketua Umum dan Komite Eksekutif PSSI yang baru. Bekas Ketua Umum PSSI Agum Gumelar ditunjuk sebagai Ketua Komite Normalisasi.

Langkah drastis FIFA ini sejalan dengan perkembangan di Tanah Air. Dua pekan lalu, setelah kongres PSSI di Pekanbaru, Riau, kisruh, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng memutuskan hal serupa. Pemerintah tak lagi mengakui kepemimpinan Nurdin dan menarik semua fasilitas negara yang digunakan PSSI.

Meski sempat melawan keputusan pemerintah, Nurdin kini tak berkutik lagi. FIFA bahkan melarang politikus Partai Golkar asal Sulawesi Selatan itu mencalonkan diri kembali menjadi ketua umum. Delapan tahun berkuasa, rezim Nurdin di PSSI akhirnya sampai di sini.

Dukungan publik terhadap keputusan ini tampak pada hasil jajak pendapat di situs berita Tempointeraktif.com. Hampir semua responden, 94,5 persen, menyatakan mendukung keputusan Menteri Andi Mallarangeng. Banyak yang menilainya bahkan sudah terlambat. ”Seharusnya dari dulu saja dibekukan,” kata Faried Alimar, seorang pembaca situs Tempo Interaktif. Tak hanya terlambat, sebagian publik bahkan menilai sanksi pemerintah ini masih lembek. ”Seharusnya pemerintah juga meminta dilakukan pengusutan atas semua penggunaan dana negara di PSSI,” kata pembaca lain, Wilson Timur.

Dukungan besar warga terhadap keputusan pemerintah ini tentu ada alasannya. Sudah terlalu lama orang Indonesia memendam kekesalan melihat prestasi tim nasional sepak bola yang pas-pasan. Selama Nurdin Halid menjadi Ketua Umum PSSI, prestasi sepak bola makin terpuruk. Tak sekali pun Indonesia menjadi juara di kompetisi sepak bola internasional. Di dalam negeri pun liga sepak bola ditengarai penuh suap, sogokan, dan main mata antarklub. Jelas tak mungkin mengharapkan prestasi ciamik dari liga yang amburadul macam itu.

Kini babak baru sepak bola Indonesia sudah dimulai. Komite Normalisasi sedang bekerja keras merampungkan segala persiapan kongres. Diharapkan akhir April nanti ketua baru PSSI sudah terpilih. Pascakongres, dukungan dan perhatian publik yang luar biasa ini jangan disia-siakan. Mimpi mereka harus diwujudkan. ”Saya ingin tim sepak bola Indonesia masuk Piala Dunia,” tulis salah satu pembaca Tempo Interaktif.

Indikator Pekan Depan
AKSI polisi Gorontalo, Brigadir Satu Norman Kamaru, menjadi pembicaraan masyarakat. Di situs sosial populer YouTube, Norman menyanyi lagu India dan berjoget kecil di pos polisi. Banyak orang memberi komentar dan merasa terhibur. Norman pun sekejap jadi bintang.

Tapi aksi Norman berbuntut tak sedap. Dia dijatuhi sanksi teguran oleh Kepolisian Daerah Gorontalo karena dianggap melanggar etika. ”Karena (berjoget) menggunakan seragam kepolisian, jelas video itu kurang etis,” ujar juru bicara Polda Gorontalo, Ajun Komisaris Besar Wilson Damanik.

Juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Anton ­Bachrul Alam, berpendapat itu kenakalan biasa. Tapi dia setuju Norman harus memperhatikan etika karena sedang bertugas.

Nah, rencana pemberian sanksi inilah yang kemudian jadi masalah. ”Sangat disayangkan kalau polisi itu diberi sanksi,” kata seorang warga Gorontalo, Nefli Pakaya. Menurut dia, citra kepolisian pun tak akan hancur hanya karena joget Norman. Justru sebaliknya, sosok polisi yang biasanya dikenal angker dan galak bisa dibongkar habis.

Tak hanya itu. Di Twitter juga muncul gerakan membela Norman. Kata kunci soal Norman dan hukumannya sempat populer di sana. Menurut Anda, la­yakkah polisi mem­beri sanksi kepada Norman karena menyanyi dan berjoget saat bertugas? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus