Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggapan Dinas Sosial Jakarta
MENJAWAB surat pembaca di majalah Tempo edisi 4-10 April 2011 berjudul ”Warisan Ibu Nasution”, bersama ini kami informasikan bahwa:
- Panti Usada Mulia pimpinan Ibu Johanna Sunarti Nasution telah diserahkan kepada pemerintah DKI Jakarta pada 11 Maret 2010 dan berganti nama menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Usada Mulia 5. Statusnya menjadi satu unit pelaksana teknis di bawah Dinas Sosial DKI Jakarta.
- Pada saat penyerahan itu, Panti belum memiliki anggaran. Namun Panti segera diusulkan mendapat anggaran melalui pengajuan Anggaran Biaya Tambahan 2010. Pada akhir Oktober 2010, pemerintah Jakarta memberikan anggaran Rp 2 miliar untuk dukungan operasionalisasi Panti. Dana itu dipakai untuk membiayai kegiatan pelayanan makan, perawatan kesehatan, gaji pegawai, kebersihan, dan pemeliharaan sarana.
Pada 2011, Panti mendapat anggaran lagi lebih dari Rp 6,8 miliar. Separuhnya, yakni Rp 3 miliar, dipakai untuk rehabilitasi bangunan fisik dan sisanya untuk kegiatan operasional Panti.
Dengan informasi ini, jelas tidak benar jika disebutkan Panti tidak diperhatikan pemerintah Jakarta. Terima kasih.
H Kian Kelana
Kepala Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta
Soal Lagu Mutiara yang Hilang
SAYA adalah pencipta lagu Mutiara yang Hilang, yang sempat populer beberapa waktu yang lalu. Hak saya sebagai pencipta lagu itu baru dikukuhkan Yayasan Karya Cipta Indonesia pada 14 April 1998 lewat surat keputusan badan arbitrase ad hoc, yang juga sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebelumnya, lagu itu dikenal sebagai buah ciptaan Yessy Wenas.
Sejak keluarnya keputusan itu, saya rutin menerima royalti dari penggunaan lagu saya di kaset atau VCD. Sejumlah produser musik yang sebelumnya mengedarkan kaset atau VCD berisi lagu saya tapi dengan nama pencipta keliru sudah pula menarik semua produknya dari peredaran. Saya berterima kasih untuk itu.
Tapi, awal 2011, saya kebetulan menemukan sebuah VCD berjudul Betharia Sonata and Friends, yang berisi lagu Mutiara yang Hilang, tapi tidak mencantumkan nama saya sebagai penciptanya. Ini jelas pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Cakram padat itu diproduksi oleh Rolex Records dan diedarkan oleh CV Sumber Makmur. Tidak ada alamat jelas kedua perusahaan itu.
Lewat surat ini saya ingin mengingatkan produser dan distributor VCD itu bahwa sayalah pencipta lagu Mutiara yang Hilang. Saya menciptakan lagu itu pada 1957. Namun, baru sejak 1998, sekitar 40 tahun kemudian, saya menikmati royaltinya. Sekarang usia saya sudah 81 tahun. Mohon Rolex Records dan CV Sumber Makmur menghubungi saya dan menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan.
Agus Muhadi
Jalan KH Ahmad Dahlan
Gang 1 Nomor 12
Pasuruan 67119
Gedung DPR Jangan Menjiplak
SEBAGAI bangsa, kita seharusnya malu jika desain gedung parlemen kita di Senayan meniru arsitektur gedung perwakilan rakyat di negara lain. Tapi itulah yang kini sedang terjadi. Sebagaimana sudah banyak diberitakan, desain gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat kita ternyata sama dengan gedung Kongres di Republik Cile.
Kalau pembangunan gedung senilai Rp 1,138 triliun itu diteruskan, kita semua akan menanggung malu. Bangsa lain akan menilai kreativitas dan kemampuan inovasi kita sudah demikian runyam serta parahnya.
Ini tentu kontras sekali dengan yang dilakukan para pendahulu kita. Pada zaman Presiden Sukarno, gedung DPR yang berkubah hijau, tugu Monas, sampai Masjid Istiqlal dibangun oleh para arsitektur Indonesia. Semua bangunan itu kini menjadi ciri khas ibu kota negeri ini.
Karena itu, sudah selayaknya rencana desain bangunan baru ini ditolak. Sepatutnya pula kita bertanya, mengapa parlemen begitu ngotot melanjutkan pembangunan gedung itu. Para penegak hukum harus mulai mengendus ada apa di balik ”keteguhan” sikap mereka.
Hendra Djaja Yuwono
Jalan Flamboyan, Cakung
Jakarta Timur
Revitalisasi Perkebunan
NEGERI kita kaya akan sumber daya alam dan wilayahnya amat luas. Sudah seharusnya semua potensi alam ini kita manfaatkan secara optimal. Salah satu strategi pembangunan yang bisa digunakan pemerintah adalah merevitalisasi sektor perkebunan nasional.
Kementerian Pertanian seharusnya memiliki data karakter dan tipologi lahan di setiap provinsi serta kabupaten. Dari sana tinggal dicocokkan saja varietas perkebunan yang dikembangkan. Misalnya, provinsi yang cocok ditanami cokelat dibantu dengan fasilitas untuk mendirikan perkebunan cokelat.
Tentu jangan berhenti di sana. Selain perkebunan, pemerintah harus mendorong pendirian pabrik pengolahan hasil perkebunan. Di samping kebun cokelat, misalnya, harus ada pabrik cokelat serta pabrik makanan dan minuman dari cokelat.
Infrastruktur lain pun tentu perlu disiapkan. Juga tenaga pendamping petani untuk memberikan penyuluhan. Jika strategi ini digunakan, angka pengangguran bisa dikurangi dan ekonomi berputar. Seharusnya pemerintah bisa menerapkan gagasan ini. Jangan lagi terulang apa yang terjadi sekarang: Indonesia kaya pohon cokelat tapi justru Swiss yang dikenal di seluruh dunia sebagai produsen cokelat.
Harsiasi Sudiyanto
Cipete Selatan, Cilandak
Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo