Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
NASA menyatakan pemasanan global bisa menenggelamkan kota-kota di pesisir seperti Jakarta
Bukan hanya pemasanan global, lenyapnya pulau-pulau di Kepulauan Seribu juga bisa membuat Jakarta tenggelam
Benteng-benteng berbentuk pulau itu lenyap oleh eksploitasi pasir besar-besaran untuk proyek reklamasi
Banyak pulau di Kepulauan Seribu lenyap karena penambangan pasir yang bisa membuat Jakarta tenggelam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BADAN Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pada pertengahan tahun ini merilis laporan yang menyebutkan Jakarta akan tenggelam karena krisis iklim. “Meningkatnya suhu global dan pencairan lapisan es membuat banyak kota pesisir menghadapi risiko tenggelam,” tulis NASA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Faktor lain yang membuat Jakarta berpotensi tenggelam adalah turunnya permukaan tanah akibat urbanisasi, perubahan fungsi lahan, dan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Selain itu, NASA menyebutkan Jakarta terancam tenggelam karena eksploitasi air tanah yang ekstrem yang membuat 40 persen permukaan tanah berada di bawah permukaan laut.
Tanda-tanda Jakarta bakal tenggelam sudah diprediksi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada awal 1990-an. Dalam artikel majalah Tempo berjudul “Gugusan Seribu Rusak, Jakarta Terancam”, LIPI menyatakan Ibu Kota bakal tenggelam karena satu per satu pulau di Kepulauan Seribu terancam lenyap ke bawah permukaan laut.
Lembaga Oseanografi LIPI pekan lalu menyatakan tak kurang dari belasan pulau di Kepulauan Seribu kini sudah tenggelam. Pulau Nirwana, yang pada 1978 menjadi tempat wisata pertama di Teluk Jakarta, kini tinggal kenangan. Pulau itu dulu berpasir putih dengan gerumbul hijau bakau. Kini akar bakau dan pasir putih yang selama ini membentengi pulau sudah dikalahkan ombak.
Nasib serupa dialami Pulau Ubi Besar—luasnya 2,7 hektare—yang pada 1980 masih didiami orang. Sejak para penambang pasir beraksi, Ubi Besar porak-poranda, lalu lenyap ke bawah permukaan laut. Gejala perusakan ini sedemikian mengkhawatirkan hingga peta Kecamatan Kepulauan Seribu, yang jumlah pulaunya tak lagi utuh 104, harus diubah.
Dipisahkan sejauh 5-8 kilometer dari Pelabuhan Tanjung Priok, hanya 10 persen dari gugusan pulau di Kepulauan Seribu yang dihuni penduduk asli secara turun-temurun. Mereka bekerja sebagai nelayan. Sisanya—66 pulau—dihuni penduduk dari Jakarta. Kini, “Sebagian besar pulau di Kepulauan Seribu sudah rusak berat,” kata Otto S.R. Ongkosongo, peneliti dari Oseanografi LIPI.
Menurut catatan Oseanografi LIPI, Pulau Nyamuk, Ayer Besar, Ubi Kecil, Air Kecil, dan Van der Smith juga hilang seperti Nirwana dan Ubi Besar. Sementara itu, kondisi Pulau Ayer, Cipir, Damar, Air Pantara, Pari, Gosong Besar, Bidadari, Onrust, Lancang Timur, Lancang Barat, serta Rambut mengkhawatirkan karena erosi.
Pada 1980-an, pulau-pulau itu masih hijau, menyembul anggun di atas permukaan laut. Tapi, dalam 15 tahun, gugusan pulau tersebut terancam rusak, menciut, atau hilang. Menurut Otto, ada tujuh penyebabnya, termasuk pemusnahan ekosistem, pencemaran, hilangnya sumber air tawar, penciutan sumber daya mineral, dan masalah pemilikan lahan. Otto menyebut gejala itu sebagai ciri-ciri pulau sakit. “Penyebab utamanya adalah pencemaran oleh manusia,” tutur Otto.
Dia juga yakin erosi terjadi di Kepulauan Seribu karena penggali pasir dan pemungut karang. Eksplorasi karang dan pasir, kalau dilakukan secara terus- menerus, memang dapat melenyapkan pulau. Lebih-lebih, seperti yang dituturkan beberapa nelayan di Muara Angke, kapal pengeruk pasir raksasa terlihat bertengger di pulau-pulau itu. Kabarnya, kapal-kapal itu membawa pasir ke kawasan Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara, dan Tanjung Priok.
Pemerintah DKI membantah kabar bahwa pihaknya memberikan izin penambangan di Kepulauan Seribu. “Sudah lama tidak kami izinkan,” ucap Wali Kota Jakarta Utara Suprawito. Namun ia tak membantah masih adanya penggalian pasir liar di sana.
Tampaknya tak ada pilihan bagi pemerintah DKI Jakarta selain menertibkan penggalian pasir. Sebab, kalau pulau-pulau itu lenyap, lenyap pula benteng pertahanan Jakarta.
Tanda-tanda kehancuran sudah mulai terlihat, misalnya erosi di beberapa bagian pantai Jakarta. Akibatnya, garis pantai mundur, ketinggian Jakarta menurun, dan rembesan air laut menjadi-jadi. Jika kita tidak ingin Jakarta tenggelam lebih cepat, satu-satunya upaya adalah menghentikan penggalian pasir.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo